Sunday, 14 April 2013

Heart Beat

Gue mau coba buat naskah yang sedikit berbeda. Dan bersetting disebuah negara yang sangat familiar untuk semua orang.
Maaf kalau dirasa kurang bagus, gue cuma ingin buat dan coba belajar tentang sesuatu yang beda.


Aku tengah berjalan didalam sebuah lorong yang kurang pencahayaan dari lampu - lampu sekitar. Telusuri lorong yang tidak terlalu panjang dan remang.
Menapaki setiap langkah yang gontai, tak beraturan. "Kenapa aku seperti ini? Aku merasa asing akan diriku sendiri?".

Aku merasakan bagai tergodam palu besar tepat dihati, mengenai setiap perasaan yang aku punya. Aku merasakan luluh lantah dan merasa bahwa semua hal yang sudah ku lakukan terasa percuma. Mereka semua tak pernah menghargai segala bentuk usaha dan pemikiran yang kuberikan.

Ada sebuah perasaan tak menentu yang aku rasakan dan bercampur dengan rasa kesal yang telah lama tertumpuk dan tertahan sehingga berubah menjadi sebuah perasaan dendam. Dendam kepada semua orang yang telah menyakiti perasaan dan tak pernah menghargaiku. Aku terus berjalan gontai menuju sebuah apartemen tempat kutinggal. Aku hidup sendiri tanpa ada seorang yang berdiri disampingku. Ketika sampai didepan pintu apartemen, aku langsung membuka pintu dan menutupnya kembali dengan sangat pelan dan malas. Kulanjutkan dengan berjalan dengan langsung pergi kekamar mandi, aku ingin mandi, membersihkan tubuh yang lelah ini dari setiap hinaan semua orang.

Selesai mandi, aku menerus dengan berjalan menuju kulkas untuk mengambil sekaleng bir dingin lalu berjalan menuju sofa. Aku duduk lalu menyalakan TV. Kulihat acara TV yang tidak menarik perhatianku, lalu mencari channel lain yang dapat menarik perhatian. Ada sebuah berita yang memberitakan tentang kasus pembunuhan seorang gadis SMA, tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian. "Bagus juga hasil karya si pembunuh sialan itu", gumam ku "tapi ia sangat bodoh dengan membuangnya begitu saja".
Setelah beberapa menit aku pun terlelap diatas sofa dengan TV yang masih menyala.

Keesokan harinya, aku telah berjalan menuju stasiun dekat apartemenku untuk pergi berangkat kerja.
Aku adalah Watanabe Akira, umur 27 tahun dan bekerja sebagai desain graphis disebuah perusahaan yang bergerak dibidang periklanan. Aku sudah hampir 3 tahun bekerja diperusahaan itu dan aku berada dalam sebuah tim yang terdiri dari 5 orang, termasuk aku. Tim ini sedang bekerja untuk sebuah perusahaan produsen makanan cepat saji yang menjadi klien perusahaan tempat ku bekerja. Dalam tim ini terdapat satu orang yang sangat aku tidak sukai. Dia sangat sombong, selalu menghinaku dan tidak pernah menghargai hasil jerih payahku. Namun, aku tidak bisa berbuat banyak karena dia adalah atasanku baik dalam tim ini maupun dalam divisi desain graphis diperusahaan. Orang itu bernama Masaru Kato, umur 55 tahun.

Aku sangat membencinya. Dia bagaikan iblis yang ingin aku habisi. Aku sendiripun tidak tahu apa motif dari orang itu sehingga sangat membenci ku dan sangat bergairah untuk selalu menghina dan tidak menghargaiku.
Padahal jika dikatakan profesional, aku cukup profesional dalam hal desain graphis dan selalu memberikan pelayanan terbaik bagi setiap klien - klien ku.

"Cepat bekerja, lakukan dengan benar. Kau ini memang tidak bisa diandalkan. Aku heran, mengapa mereka mengusulkanmu untuk bergabung dengan tim ini?" teriakannya yang membuyarkan lamunanku.
"Baik, ,maaf", jawabku dan melanjutkan pekerjaan "Dasar orang tua sialan. Suatu saat nanti akan kubuatkan kau tidak bisa memaki", gumam ku.
"Akira, hasil kerjamu kemarin sungguh sangat mengecewakan. Klien pun tidak akan menyukainya. Kau sebut ini terobosan baru? Bagiku ini tidak lebih dari sebuah sampah", Makian dan teriakan Masaru Kato yang kelak akan aku cincang dia dan ku jadikan umpan untuk memancing.
"Maaf kan aku, tapi bukankah dari pihak meraka bilang kalau rancangan ku itu telah memuaskan mereka?", aku berkata dengan sangat mantap "bahkan boss mereka bilang hasil kerjaku sudah pasti akan membuat kostumer tertarik untuk membeli produk mereka".
"Ini merupakan hasil karya seni yang rendah. Sudahlah, aku tidak ingin berdebat percuma denganmu. Lanjutkan saja pekerjaanmu", dia berlalu.

"Aku minta maaf atas perlakuan kasar dari ayahku", ungkap Masaru Yuriko yang merupakan anak dari Masaru Kato, umur 25 tahun, yang juga merupakan bagian dari tim "Ayahku memang orang sangat keras".
"Oh, tidak apa - apa", jawab ku yang mencoba tenang "tapi suatu hari nanti akan kubuat ayah mu menjadi invisible".
"Apa?"
"Ah, bukan apa - apa"

Sore hari sepulang kerja aku memutuskan untuk mampir kesebuah kedai. Aku ingin melepaskan penat yang sedari tadi menggerayangi tubuh serta pikiranku.
Aku memesan makanan kudapan dan 3 botol sake. Ketika aku hendak kembali memesan sake, ada seseorang yang memperhatikanku lalu berkata "Inilah yang dilakukan oleh seorang pemuda yang tidak berbakat dan berharga seperti mu, Akira. Pergi kesebuah kedai lalu minum sake sampai mabuk".
Aku mencari asal suara tersebut dan dengan samar aku melihat wajah yang tidak asing bagiku. Ternyata itu adalah orang yang selalu menghinaku dan selalu berkata bahwa aku ini tidaklah berharga sebagai manusia.
"Oh, ternyata kau juga ada disini. Apa yang kau lakukan disini? Mencari kesenangan seperti apa yang sedang aku lakukan?", jawabku yang mulai berani dan bertindak diluar dugaan karena pengaruh sake.
Pelayan menaruh 3 botol sake lagi diatas mejaku, dan aku pun tidak memperdulikan ucapan pak tua sialan yang sedang menghina dan merendahkan harga diriku sebagai manusia dan laki - laki dengan meneguk sake.
Karena terlalu mabuk, lalu aku pun jatuh diatas meja dan tertidur.
"Lihatlah laki - laki ini. Dia sangatlah tidak berguna", suara berat Masaru Kato
Lalu aku terbangun yang dibangunkan oleh pelayan kedai dan suasana kedai itu pun sudah sepi, yang ternyata kedai itu akan tutup. Kembali, aku berjalan pulang menuju apartemen dengan gontai.

"Selamat pagi", sapa suara indah milik Yuriko.
"Pagi", jawabku malas yang kemudian disusul oleh tanya Yuriko "Apakah kamu baik - baik saja? Kamu terlihat pucat hari ini?".
"Aku tidak apa - apa, hanya saja memang aku sedang merasa tidak enak", jawabku yang sama sekai tidak memperhatikan Yuriko yang tepat berdiri disampingku

Memang kalau aku perhatikan, sepertinya Yuriko menyukai ku. Dia selalu saja menyapa ku disetiap pagi. Selalu menanyakan kabar ku dan memperhatikan ku. Tapi aku hanya bersikap acuh terhadapnya itu karena aku memang tidak terlalu menyukainya dan selain itu juga karena ada faktor lain. Ayahnya yang pasti tidak akan menyukai ku jika aku mempunyai hubungan dengan anaknya.
Disetiap kali Yuriko memberikan senyumnya, aku hanya bisa diam namun sesekali tersenyum kecil.

Saat makan siang, aku memutuskan untuk makan siang diluar kantor. Ketika berjalan keluar aku melihat Yuriko yang sedang mengobrol dengan ayahnya. Tapi aku tidak memperdulikannya, karena itu juga merupakan bukan urusanku.
Saat kembali ke kantor, ternyata aku sudah ditunggu oleh boss ku, Masaru Kato. Dia terlihat santai namun aku tahu pasti dia akan kembali menghinaku.
"Apa yang sudah kau lakukan?", tanya nya dengan suara khas nya yang berat
"Apa yang sudah aku lakukan? Aku rasa aku tidak melakukan apapun", jawabku santai yang memang tidak merasa bersalah.
"Kau telah membuat anak ku jatuh hati pada mu", tegas dia, serta melanjutkan "aku tidak akan membiarkan anak ku menjalin hubungan denganmu. Laki - laki yang tidak bisa diharapkan dan aku tidak akan tega melihat anak ku yang tidak bahagia karena telah memilih lelaki yang salah".
"Asal kau tahu saja, aku pun bahkan tidak menyukai anak mu. Jadi jangan berlebihan dan jangan pernah menghinaku seperti itu lagi", balasku berani, entah dari mana aku mendapatkan keberanian seperti ini.
Tapi saat itu baru pertama kalinya aku melihat dia diam, tidak membalas perkataanku dan hanya berlalu begitu saja.

Setelah beberapa hari, pihak klien pun memutuskan untuk mengambil desain hasil jerih payah ku untuk dijadikan sebagai sarana promosi produk mereka. Mereka sangat puas akan hasilnya. Dan pihak klien memberikan bonus untukku selain itu, karena berbagai macam reputasi telah aku dapatkan maka aku pun mendapat promosi jabatan sebagai second manager divisi desain graphis. Untuk menggantikan orang sebelumnya yang berada diposisi tersebut karena telah pensiun. Itu berarti aku berada dibawah satu level dengan Masaru Kato yang merupakan first manager.

Besoknya ketika aku baru saja sampai dikantor, aku langsung menerima panggilan dari First Manager Of Design Graphis Division, Masaru Kato, untuk menghadap.
Aku pun berjalan dengan penuh kebanggaan dan percaya diri atas pencapaianku. Dan satu hal lagi, jabatanku dengan jabatannya tidak jauh berbeda. Namun semua itu harus hancur ketika aku menghadap keruangannya.
"Dengar Akira, dengan naiknya jabatanmu sebagai Second Manager, bukan berarti kau itu hebat. Dan dengan puasnya pihak klien atas hasil kerja mu, bukan berarti kau boleh berbangga hati. Kau masih Akira yang sama dimataku. Kau hanyalah seorang yang masih saja tidak berharga. Dan kau mengingatkan ku akan seseorang yang telah lama tiada. Dia adalah teman baikku saat aku masih seumuran denganmu. Tentu kau tidak akan pernah ingin tahu siapa namanya kan?".
Aku hanya diam dan tidak mengerti tentang apa yang orang tua ini bicarakan.

Setelah beberapa bulan kemudian, aku mengambil cuti dan berkunjung ke kampung halaman ku didaerah Toshima. Aku ingin menemui ibu ku yang hidup sendiri, karena aku yang memang berada di Tokyo dan ayah ku yang sudah lama meninggal. Ayah ku Watanabe Yukio telah lama meninggal ketika aku berumur 10 tahun. Dan ibu ku Misaro Naomi harus berjuang seorang diri membesarkan ku. Aku ingat ketika aku pergi meninggalkan ibu ku karena akan kuliah di Tokyo dengan dana beasiswa. Kini aku pulang dalam keadaan yang berbeda, jauh berbeda dari yang dulu.
Ketika sampai dirumah, ibu ku menyambutku dengan suka cita.

"Akhirnya kau pulang nak", ucap wanita tua yang merupakan ibu ku.
"Aku pulang karena merindukan mu, Bu" aku menjawab dengan tenang "Selain itu aku pulang untuk menepati janjiku. Aku pernah berjanji, kelak aku akan kembali pulang setelah berhasil. Dan inilah aku sekarang, aku sekarang adalah seorang manager disebuah perusahaan di Tokyo".
Ibu ku hanya mengangguk dengan tersenyum bahagia.

Aku menikmati waktu liburanku dengan kenangan - kenangan yang ada didalam rumah. Aku ingat segala hal ketika aku kecil dan ketika ayahku masih hidup. Ayahku meninggal karena kecelakaan mobil yang ia tumpangi. Saat itu penyidik kepolisian menyatakan bahwa itu hanyalah sebuah kecelakaan, bukan hasil pembunuhan karena tidak ditemukan bukti - bukti dari jejak sebuah pembunuhan.
Lalu aku mengambil sebuah album photo yang didalamnya tersimpan banyak memori ketika keluarga ini masih lengkap.
Ada satu buah photo yang menarik perhatianku, yaitu sebuah photo yang didalamnya terdapat gambar ayahku dan seseorang yang aku kenal. Aku mengernyitkan dahi dan berpikir. "Ada hubungan apa antara ayahku dengan orang ini?".
"Itu adalah sahabat dari ayah mu dulu", suara ibu mengejutkanku "Dia merupakan teman baik ayahmu sejak SMA hingga mereka berdua bekerja diperusahaan yang sama. Dia pun sempat datang ke acara pernikahan aku dan ayah mu serta dia juga sering mengunjungi mu ketika kamu kecil dulu. Mungkin kamu tidak akan mengingatnya, karena waktu itu kamu berumur 7 tahun. Lalu setelah ayah mu meninggal, dia tidak pernah datang lagi kerumah ini. Bahkan dia tidak datang keacara pemakaman ayahmu".

Aku kembali ingat bahwa dia dulu memang sering datang kerumah ini. Tapi aku segera melupakan hal itu ketika ayahku meninggal dan aku terfokuskan untuk membantu ibuku.
Tiba - tiba aku merasakan adanya hal ganjil dan aku kembali teringat ucapan orang itu ketika aku menghadapnya diruang kerjanya. Aku kembali berpikir dan mencoba memikirkan semua hal yang ada hubungannya dengan ini.
Aku ingat orang itu selalu saja membenci dan menghinaku, lalu dia berkata bahwa aku mengingatkannya pada seorang teman baik disaat ia muda dahulu. Dan aku melihat sebuah photo yang menggambarkan bahwa ayahku dan orang itu saling kenal, serta semua penjelasan ibu mengenai orang itu.

Masa libur ku pun telah berakhir dan aku sekarang sudah berada di Tokyo kembali.
Namun perasaan itu telah menggangguku dan membuatku penasaran tentang hubungan dan maksud dari semua ini. Lalu aku pergi keruangan orang itu. Aku ingin membuatnya semakin jelas.
"Alu ingin menanyakan sesuatu padamu?", ucapku setelah memasuki ruangannya.
"Apa kau tidak mempunyai sopan santun?", balasnya dengan muka menyeramkan
"Aku tidak ada waktu untuk mengetuk pintu ruanganmu. Ada hal yang ingin aku ketahui", aku menjawab dengan rasa penasaran tinggi
"Apa yang ingin kau tanyakan?", jawabnya santai sambil memeriksa berkas - berkas
"Kenapa kau tidak muncul pada saat pemakaman ayahku? Dan mengapa sejak saat itu kau tidak pernah datang kerumah lagi? Lalu apa maksud dari perkataanmu seminggu yang lalu?", aku langsung memberondong nya beberapa pertanyaan.
"Oh jadi kau sudah menyadarinya. Aku memang tidak hadir pada acara pemakaman ayahmu, dan memang sejak saat itu aku sudah pernah lagi datang mengunjungi rumah mu. Dan maksud dari perkataanku minggu lalu adalah betapa miripnya kau dengan ayahmu, Watanabe Yukio. Kami adalah teman dekat sejak SMA. Tapi dia selalu mengambil apapun yang aku miliki. Dia mengambil ibumu dariku, dia mengambil posisi jabatan yang sudah aku incar sejak lama, aku berjuang dengan keras untuk bisa mendapatkan jabatan tersebut tapi ayahmu dengan mudah mendapatkannya. Dan yang paling tidak aku terima adalah ketika dia mengakui mu sebagai anaknya dengan menyematkan "Watanabe" sebagai namamu".
"Apa maksud mu ketika dia mengakui aku sebagai anaknya? Bukankah aku ini memang anaknya?", tanyaku dengan penuh keheranan.
"Ibumu menikah dengannya pada saat ia mengandungmu, anak ku", ucapnya santai dengan memandang gedung - gedung pencakar langit dari jendela ruangannya.
"Tidak mungkin!!!. Ayahku adalah Watanabe Yukio, bukan dirimu. Ayahku sangat berbeda denganmu. Dia bukanlah seorang pengecut sepertimu", jawabku dengan amarah yang hampir memuncak.
"Hanya karena alasan itu lalu kau membunuh ayahku?", aku melanjutkan sambil berusaha tenang
"Iya, aku menyabotase mobil ayahmu, agar terlihat seperti kecelakaan biasa", jawaban pria setengah baya itu mengejutkanku "sudah lama aku ingin menghabisinya dan baru terlaksana pada saat itu".
Tatapan matanya tajam dengan raut muka yang begitu serius. Tapi aku entah kenapa merasa santai.

"Walaupun kau itu adalah ayah biologisku tapi kau telah melakukan suatu kesalahan besar. Kau telah membunuh orang yang selama ini aku anggap sebagai ayah. Ingatanku menjadikannya sebagai "ayah" dalam seumur hidupku. Maka aku akan membuat perhitungan denganmu. Kau tidak akan pernah merasakan ketenangan dalam sisa hidupmu", aku mengucapkan sebuah ancaman dengan sangat santai.
Lalu aku keluar dari ruangannya dengan santai tapi tengah berpikir tentang bagaimana menghabisi orang yang telah membunuh orang yang selama ini aku anggap sebagai ayah dan yang telah menghinaku.

Pada sore hari saat jam pulang kantor, aku sempat menyabotase mobil yang biasa ia tumpangi. Tak berapa lama, ia terlihat datang dari arah lift menuju mobilnya. Lalu mobil itu pun bergerak. Aku mengikutinya dengan menggunakan mobilku. Tampaknya ia menyadari bahwa ia sedang aku ikuti, lalu ia menambah kecepatan mobilnya. Ia tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dalam mobilnya.
Ia terus melaju sampai ketika berada dijalan yang cukup sepi, aku menambah kecepatan dan berusaha menyusul mobilnya. Hal tersebut membuatnya panik, ia makin menambah kecepatan mobilnya. Lalu pada saat yang tidak diduga, datang sebuah truk dari arah berlawanan. Saat itu ia sedang berusaha menyalip sebuah mobil lain. Yang bisa ia lakukan adalah berusaha mengelak agar tidak terjadi tabrakan. Aku hanya bisa melihatnya dari dalam mobilku melalui kaca depan.

Ia berhasil mengelak. Aku terus mengejar hingga saat ia berhenti karena mobilnya kehabisan bensin. Aku berhenti tepat didepannya, lalu turun dari mobil. Terlihat mukanya sangat tenang, lalu ia pun turun.
"Rupanya kau ingin benar - benar membalas ya?", ucap dia tanpa ada rasa takut.
"Diamlah kau orang tua. Nikmati saja saat - saat terakhirmu", balasku tenang.
Lalu dia memukul telak diwajah. Aku hanya bisa melawan balik walaupun hasilnya nihil. Sekarang aku terpojok dan nyari mati didalam mobilnya. Saat itu aku melihat buku yang cukup tebal, aku raih buku itu dan memukulkannya tepat diwajah. Ternyata hal itu bisa membuatnya kesakitan dan melepaskan cekikannya dileherku. Lalu aku tendang dia, aku berhasil keluar dari keadaan sulit. Aku keluar dari mobilnya, menghampirinya lalu aku pukulkan beberapa kali buku tebal tersebut kewajahnya. Lalu pada suatu kesempatan, aku pukul tengkuknya dengan sangat keras hingga ia jatuh pingsan. Aku merasa lega dan berusaha menenangkan diri serta menguasai keadaan. Aku tidak terlihat panik sedikitpun, lalu aku pun menyeretnya kedalam mobilku. Aku langsung melarikan mobilku ke apartemen tempatku tinggal.
Sebelum turun, aku menyuntikan obat bius yang memang telah aku beli pada saat jam istirahat kantor tadi siang. Ini memastikan agar ia benar - benar tidak sadarkan diri. Kemudian aku turun dan membawanya kedalam apartemenku.
Aku memasukkannya kedalam kamar mandi. Aku sempat bingung dan berpikir akan aku apakan orang tua yang sedang tak sadarkan diri tersebut. Lalu aku pun teringat pada berita yang aku lihat beberapa bulan yang lalu. "Akan aku mutilasi dia. Tapi aku harus melakukannya dengan sangat rapi agar tidak diketahui oleh orang", gumam ku yang memang pada saat itu sedang mencari sebuah pisau dengan berbagai macam ukuran dan alat - alat lain yang aku perlukan.

Setelah alat- alat yang aku perlukan telah terkumpul, aku segera menuju kamar mandi. Aku buka bajunya, lalu aku mulai memotong tangan dan kakinya. "Aku telah memotong tangan dan kaki seseorang yang sedang tak sadarkan diri namun ia masih hidup", ucapku sambil menguliti kulitnya lalu memisahkan daging dari tulangnya.
Aku potong - potong menjadi beberapa bagian kecil daging dari tangan dan kaki tersebut. Dan dari tangan dan kaki tersebut hanya tersisa tulangnya saja.
Setelah selesai pada bagian tersebut, aku mulai merobek perutnya dengan menggunakan pisau. Lalu mengeluarkan isi perutnya. Aku yakin pada saat ini dia sudah mati karena kehilangan banyak darah dan kutikamkan pisau tepat dijantungnya.
Aku pun mulai mengolah isi perut dari Masaru Kato. Aku keluarkan limpa, usus, lambung, paru - paru, empedu, jantung dan beberapa organ dalam lainnya. Hal yang sama ku lakukan ketika aku memotong daging  tangan dan kakinya. Aku memotong - memotong organ - organ dalam tubuhnya menjadi bagian - bagian kecil.
Setelah selesai, kemudian aku mengurus bagian dada hingga kepalanya. Aku lakukan yang sama, seperti menguliti kulitnya, memisahkan daging dari tulangnya, dan memotongnya menjadi beberapa bagian kecil.
Kini kamar mandiku telah berubah menjadi lautan darah, tulang - tulang manusia berserakan didalamnya dan tercium bau yang sangat tidak sedap.

Aku coba memasukkan semuanya kedalam kantung plastik tapi kesetiap kantung plastik yang berbeda. Aku pun membersihkan kamar mandiku dari noda darah yang menggenang. Setelah itu aku pun mandi, membersihkan diri dari hal yang baru saja aku lakukan.
Setelah selesai mandi, aku sempat bingung tentang apa yang akan aku lakukan dengan dua kantung yang berisi tulang dan daging serta organ dalam manusia tersebut. Kemudian terlintas dipikiranku tentang suatu pemikiran bahwa aku akan mencincangnya lalu menjadikanny sebagai umpan untuk memancing.
Keesokan harinya, tak berpikir terlalu lama, kemudian aku keluar dari apartemenku dengan membawa satu tas besar yang berisi dua kantung plastik tersebut dan membawa satu set peralatan memancing.
Aku pergi ke suatu dermaga, lalu dengan menyewa sebuah speed boat aku langsung menuju ketengah lautan lepas. Aku membuka tas besar yang aku bawa, mengambil kantung plastik yang berisi tulang dari Masaru Kato. Aku membuka kantung tersebut lalu menumpahkan isinya kedalam lautan lepas.
Setelah itu aku menjalankan speed boat ku. Beberapa kilometer dari tempat aku membuang tulang - tulang Masaru Kato. Kembali aku membuka tas besar yang aku bawa, lalu mengeluarkan satu kantung plastik tersisa yang berisi daging dan organ - organ dalam Masaru Kato yang telah terpotong menjadi bagian - bagian kecil. Aku mengambil satu set peralatan memancingku, lalu aku mengambil satu kail pancing. Aku kaitkan daging tersebut dimata kailnya dan aku menjatuhkan kail pancingku kedalam laut.

Aku memancing ikan ditengah laut lepas dengan menggunakan umpan dari daging dan organ - organ dalam Masaru Kato. Dan aku sangat menikmatinya


_End_


Semua karakter, tempat dan kejadian yang ada dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka. BUKAN merupakan suatu kesengajaan dalam bentuk apapun. Dan tolong JANGAN tiru setiap adegan dalam cerita ini. Ini HANYA sebuah cerita fiktif.
Terima Kasih


Jika kalian suka atau tidak suka tolong beri komentarnya,,,,,,,,,,,

No comments:

Post a Comment

2017

Hai, ini gue. Lama gak nulis. Bahkan selama setahun terakhir, blog ini gak pernah gue buka. Gak pernah gue kunjungi. Silly author. Gak ter...