Wednesday, 17 April 2013

Dosen Absurd

Entah kenapa gue jadi bayangin diri gue jadi seorang dosen. Gue dipercaya untuk mengajar beberapa mata kuliah. Dan gue akan mengajarkan materi perkuliahan dengan gaya gue sendiri. Yap, gaya gue sendiri. Setiap kali pertemuan, gue akan ngajak mahasiswa gue untuk belajar diluar kampus. Entah itu disebuah kafe atau lapangan terbuka seperti lapangan luas Tegal Lega atau berada disebuah GOR, GOR Saparua. Atau mungkin dilapangan Gasibu. Jadi mahasiswa juga selain belajar juga bisa ber'narsis didepan gedung sate. Gue tau banget deh pemikiran para mahasiswa cewek, yang selalu gatel dengan kamera dan mengaku photogenic. Absurd.

Tadi gue bilang kalau akan mengajar dengan gaya gue sendiri. Iya, gue akan memaksakan menanam pemikiran gue ke setiap mahasiswa gue. Dan jika ada dari mereka yang berdebat dengan gue, gue akan dengan sangat stylish menolak setiap argumen yang diberikan. Dan lagi, gue akan memaksa pemikiran gue. Jadi mau gak mau si mahasiswa tadi cuma akan manut - manut meng'iya'kan setiap perkataan gue.
Gue gak peduli tentang penilaian dari mahasiswa untuk diri gue. Pada intinya, gue memegang kendali penuh atas pemikiran setiap mahasiswa gue.

Untuk urusan penilaian. Gue akan berikan sistem penilaian yang akan sangat membuat mahasiswa gue terpukul tapi termotivasi. Yakni dengan menggunakan satuan angka kecil. Jika dosen lain memakai angka 100 sebagai nilai yang terbagus, maka gue akan menggunakan angka 50 sebagai nilai terbagus. Mungkin untuk mahasiswa baru jelas ini sebuah penghinaan bagi pemikiran mereka tapi bagi mahasiswa angkatan lama ini akan menjadi sebuah "motivasi" untuk menaikkan IPK dengan mati - matian pada Ujian Akhir Semester.
Tapi itu saja masih belum cukup. Gue juga akan memberikan tugas bagi mahasiswa gue dengan sistem penilaian yang sama namun sangat berpengaruh terhadap nilai - nilai mahasiswa.
Jika setiap mahasiswa mendapatkan nilai yang lumayan bagus pada UTS dan UAS tapi tugas UTS dan UAS nya hancur ya dengan simple, nilai mereka pun akan anjlok. Faktor kehadiran pun mempengaruhi. Dan gue juga pasti akan hafal dengan setiap muka dari mahasiswa gue, jadi kalo dikampus itu ada sistem ujian khusus, maka gue minta si mahasiswa itu menghadap gue secara langsung. Langkah atau tahap ujian khusus itu sendiri ya terserah gue, mau gue kasih tugas, ujian lisan, membuat makalah, membuat paper atau membeli buku. Tapi hal yang gue suka itu ya ujian lisan dan membuat paper. Kenapa? Dalam ujian lisan, jelas ada permainan psikologis didalamnya. Si mahasiswa akan mati - matian belajar materi perkuliahan lalu kemudian menumbuhkan rasa percaya diri tapi begitu berhadapan langsung dengan gue, sang dosen, psikologis si mahasiswa pun akan berubah menjadi gugup, ragu - ragu dan menjadi "blank". Ini karena adanya tekanan yang kuat dan atmosfer yang dirasa memberatkan pikiran dan jiwa si mahasiswa. Gue paling suka kalo melihat mahasiswa yang berakhir dengan "blank" lalu gue akan dengan sangat enak bilang "ah kamu itu belajar dulu gak sih sebelumnya? masa gini aja gak bisa? nilai kamu gak berubah kalo gini". Tragis dan ironis.

Untuk membuat paper. Gue suka hal ini dikarenakan gue merasa tertarik untuk mengetahui pemikiran si mahasiswa melalui tugas paper yang gue berikan. Gue akan dengan sangat seksama membaca paper hasil karya mereka. Lalu, gue akan bertanya mengenai kejelasan isi dari paper tersebut. Jika si mahasiswa itu mampu membaca jalan pikiran gue dan berani mendobrak pemikiran gue dengan pemikirannya sendiri maka gue akan memberikan nilai yang sepadan tapi jika si mahasiswa itu "terpeleset" saat menjelaskan yang bermaksud untuk mendobrak pemikiran gue, maka gue akan meluruskan hal tersebut tapi dengan menekankan pemikiran gue dan menganggap tugas papernya salah. Meskipun si mahasiswa itu sudah memberikan penjelasan tapi argumen gue lah yang paling kuat karena tetap menekankan pemikiran gue yang meskipun menurut si mahasiswa justru pemikiran gue yang salah. Gue gak akan peduli, karena masa depan si mahasiswa ada ditangan gue.

Selain itu jika setelah UTS atau UAS, nilai - nilai kedua ujian tersebut gak akan gue keluarkan dalam tempo yang singkat. Gue akan mengeluarkan nilai - nilai itu dalam tempo paling cepat 6 bulan atau paling lama 1 tahun. Biarkan mahasiswa yang menagih nilai - nilai tersebut karena itu kebutuhan mereka sebagai mahasiswa. Gue tau itu hak mahasiswa tapi gue gak bicara hak. Gue berbicara mengenai "membutuhkan".
Biar mereka menterror gue dengan telphone atau sms. Disatu sisi, gue juga sedang melihat kondisi psikologis mahasiswa tersebut.
Gue akan memberikan sebuah pengharapan palsu kepada setiap mahasiswa yang menghubungi gue dan menanyakan mengenai nilai - nilai mereka.

Lagi - lagi psikologis. Ya, jika gue jadi dosen, gue akan mempermainkan kondisi psikologis mahasiswa. Gue akan memberikan mereka semacam "adrenalin", jadi dengan begitu mereka akan terlihat siapa mereka sebenarnya. Penjilat kah? Atau tetap sabar dan bertahan tanpa harus menjilat?.
Jika gue jadi dosen, mahasiswa penjilat akan gue beri "pelajaran khusus". Itu karena gue benci penjilat dan gue bukan penjilat.

Cukup absurd kan gue jika jadi dosen? Tapi percayalah, dosen absurd macam gue ini akan menjadi suatu tantangan tersendiri bagi mahasiswa, terlebih bagi mahasiswa tingkat akhir. Dan itu akan memberikan kesan TERDALAM setelah lulus nanti. hahahaha,,,,,,,,,,,,,,,,



Note ini BUKAN dan TIDAK ada niat untuk menjelek - jelekan profesi sebagai dosen.
Ya walaupun jujur, gue yang nulis ini merasa kesal dengan adanya oknum dosen yang berlaku semena - mena dalam memperlakukan mahasiswa. Seolah ada kasta pembeda antar mahasiswa, antara si penjilat dengan anti-penjilat. Dan merasa dipermainkan dalam urusan nilai yang selalu dibarengi dengan alasan - alasan klasik, seperti "Ibu/bapak masih sibuk jadi belum sempat ngasih kebagian akademik/belum sempat input", padahal kerjaannya cuma ngopi dan makan gorengan serta nge'gosip. Fak Men.
Atau alasan yang terdengar menjijikan, seperti "Aduh kebetulan bagian akademiknya udah berhenti dan belum ada penggantinya", jelas - jelas udah ada penggantinya. Benar - benar Fak Men.
Maklum lagi emosi tingkat melebihi para dewa. Dewa aja tunduk sama tingkat emosi gue. Gak usah protes!!!!!!

Demokrasi itu apa sih?

Demokrasi, adalah sebuah sistem pemerintahan dengan ciri bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat.
Demokrasi juga membebaskan semua orang untuk bersuara, bukan bersuara gak jelas di twitter ya (nge'twit atau dalam istilah gaulnya, berkicau).
Tapi gue menyimpulkan dengan secara sederhana, bahwa demokrasi itu bebas berbacot. Dan gue juga mendeskripsikan bahwa demokrasi itu juga sistem pemerintahan yang cacat secara mental.
Orang banyak bilang bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang cocok untuk negara yang sedang berkembang. Satu pertanyaan kecil, Indonesia sudah menganut sistem demokrasi setelah adanya reformasi 1998 dengan diadakannya pemilu yang katanya bersifat demokratis tapi setelah 15 tahun kemudian, perpolitikan Indonesia kok makin kacau?

Sejak pemilu 1999, parpol - parpol banyak bermunculan. Sebelum adanya reformasi, parpol cuma ada 3. Golongan agama yang diwakili oleh PPP, golongan nasional yang diwakili oleh PDI yang kemudian ber'evolusi menjadi PDI-P, dan golongan bebas yang diwakili oleh Golkar. Dan ironisnya dalam 32 tahun, selalu saja dimenangi oleh partai yang sama. (Gue gak perlu sebut partai apa, jika kalian yang paham sejarah politik era orde baru, kalian pasti tau partai yang gue maksud).

Gue juga selalu heran dengan "kampanye" demokrasi yang selalu Amerika usung. Maksudnya biar apa sih?
Karena belum tentu sistem itu cocok dan bisa berkembang dinegara yang disambangi oleh Amerika dalam meng'kampanye kan demokrasi. Kalo gue sih, jika negara itu cocok dengan sistem diktator dan tirani, ya udah biarin aja, jika sistem tersebut bisa membawa negara itu maju dengan mandiri, rakyatnya juga gak ada yang protes. (Gue tau pemikiran gue radikal, jadi gak usah protes. Hargai pendapat orang lain. Ciri demokrasi, semua orang bebas berpendapat, hahahahaha...........)

Gue itu selalu membayangkan arti "rakyat" dalam sistem demokrasi ini sebagai seorang yang lumpuh, gak bisa jalan dan harus naik kursi roda biar bisa bebas pergi kemana pun dan si demokrasi itu sendiri itu sebagai orang yang selalu mendorong kursi roda tersebut agar bisa menjalankan "roda" pemerintahan dan bermanuver sesuka hati si yang dorong kursi roda tadi. Berarti dengan sangat simple didapatkan gambaran bahwa rakyat memilih seseorang yang katanya bisa mengerti pikiran rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan tapi orang tersebut terkadang suka seenak sendiri. Terbayang jika orang yang mendorong kursi roda tersebut membawa si orang cacat naik kursi roda tadi dibawa kesebuah jurang lalu mendorongnya jatuh, dalam arti nyata bahwa si orang yang dipercaya untuk menjalankan roda pemerintahan itu membawa negara dan bangsa ini kesebuah jurang dan menjatuhkannya kedalam jurang, maka dapat diartikan bahwa negara dan bangsa Indonesia akan jatuh dan lenyaplah sudah negara Indonesia dikarenakan salah menerapkan sistem pemerintahan.

Satu pernyataan besar muncul, jika seperti itu maka dimana letak kekuasaan absolut rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berdasarkan sistem demokrasi yang ternyata masih harus tunduk terhadap rejim yang berkuasa?

Terkadang gue selalu bertanya sama diri gue sendiri mengenai demokrasi ini. Sebuah pertanyaan simple, siapa sih yang menciptakan demokrasi sebagai sistem pemerintahan? Apakah sistem ini memang benar - benar bagus dan berjalan dengan baik pada masa ketika sistem ini muncul dan dianut sebagai sistem pemerintahan?
Apakah si pencipta sistem ini sadar bahwa sistem ini merupakan sebuah sistem yang abstrak, karena masih mengacu kepada sebuah kediktatoran namun tak terlihat dengan kasat mata? Karena pada nyata nya si pemegang kendali kekuasaan tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat (dengan alasan klasik, lelah karena terlalu banyak orang yang komplain atau memang sengaja tidak mau mendengarkan? terus buat apa adanya lembaga - lembaga perwakilan? buang - buang duit aja) dan bertindak sesuka hati lalu menjerumuskan negara pada hutan luar negeri yang bengkak dan masih ditemukan praktek officaldome dalam tubuh birokrasi.

Karena demokrasi ini, perpolitikan Indonesia semakin kacau. Makin banyak nama bermunculan dan ingin menjadi "supir" dari sebuah negara yang bernama Indonesia. Setiap nama tersebut berebut untuk menjadi rejim berkuasa dengan mempunyai nama atas rejim tersebut. Lalu pasti memunculkan adanya praktek officialdome dalam tubuh partai penguasa dalam setiap tubuh birokrasi di Indonesia.
Lagi, lalu dimana letak kekuasaan berada ditangan rakyat yang sudah dilegitimasi dengan adanya sistem ini?

Jadi demokrasi itu apa sih dalam arti yang sebenarnya? (bukan penjelasan dari buku, ensiklopedia atau wikipedia. gue gak butuh itu, yang gue butuhkan jawaban berdasarkan analisa)

Bagi kalian yang mugkin muncul pertanyaan mengenai ini, seperti "sumpah, ini note gak penting dan pertanyaannya kaya anak SD yang masih belum tau apa - apa?".
Gue mau tanya balik, SEJAUH MANA LU NGERTI SOAL DEMOKRASI?
DAN DAMPAK APA YANG LU DAPAT DARI DEMOKRASI?
SERTA APA HASIL DARI DEMOKRASI BAGI SISTEM POLITIK INDONESIA? MAKIN BAIK ATAU TAMBAH BURUK?

Sebelum memunculkan tanya soal note gue, lebih baik jawab dulu pertanyaan gue.
Terima Kasih.

Friday, 12 April 2013

Rintihan Hati Yang Terdalam

Gue lahir pada tahun 1991 dan terlahir sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara, secara taktis gue ini anak paling bungsu dan dimanja oleh orang tua maupun kakak - kakak gue. Sebut saja nama gue Kunti.
Gue lahir disebuah pulau yang bernama Batam.
Dikota itu gue habiskan hampir seluruh hidup gue dengan penuh keistimewaan. Perlakuan dan perhatian istimewa dari keluarga maupun teman - teman SMP atau SMA sehingga menjadikan gue sebagai anak yang manja dan terbiasa hidup praktis.
Untuk urusan percintaan, sebenarnya gue naksir seorang cowok tapi gue takut untuk menyatakannya dan akhirnya gue lebih milih untuk memendam perasaan.

Pada tahun 2009, gue pindah ke kota Bandung untuk kuliah. Awal kehidupan gue di Bandung dihabiskan dengan menjadi mahasiswa kupu - kupu (kuliah pulang - kuliah pulang). Gue jarang pergi bareng dengan teman - teman kampus. Gue baru dapat teman setelah beberapa lama tinggal di Bandung. Ya saat itu mayoritas teman - teman gue adalah sesama perantau dari Sumatera. Tapi disisi lain gue juga dekat dengan beberapa teman, seperti Jung, Minah, Kimonk dan Dode.
Kehidupan gue di kota Bandung ini awalnya biasa - biasa aja karena memang gue sendiri juga terbilang orang yang cuek terhadap sekitar.

Setelah 2 tahun hidup di Bandung, gue berteman dekat dengan Cung, Pet, Bony dan Al. Diantara mereka ber-empat, hanya Al yang bersikap baik sama gue. Lain dengan Cung, Pet dan Bony, gue selalu jadi korban hinaan mereka secara verbal. Hinaan verbal mereka selalu kadang membuat gue sakit hati ketika mereka meledek habis - habisan soal "hati" yang memang "hati" gue selalu dalam keadaan galau kalau gue balik dari Batam. Gue selalu senang ketika libur semester datang, karena itu artinya gue bisa balik ke Batam. Gue yang memang selalu merasa homesick jadi membuat gue kadang suka merasa gak betah tinggal di Bandung. Gue selalu ingin pulang, ingin lepas dari penatnya perkuliahan yang menjejal penuh sesak dikepala gue, ingin lepas dari hinaan tiga orang kampret itu, ingin merasakan kebebasan gue yang terenggut, ingin merasakan indahnya masa - masa waktu sekolah dulu bareng teman - teman SMA.

Saat liburan semester, sesuai rencana absurd yang udah gue rencanakan. Gue balik ke Batam dan udah membayangka banyak kesenangan saat gue ada disana. Dan ya memang, di kota kelahiran gue itu gue benar - benar menikmati hidup berdasarkan perspektif gue. Di Batam itu pula lah gue ketemu dengan seorang cowok yang udah lama gue taksir. Gue sempat jalan bareng sama dia, menghabiskan hampir masa liburan gue. Sebenarnya dia itu temen deket gue sedari sekolah dulu dan sejak saat itulah benih cinta dihati gue tumbuh tapi gue gak berani untuk menyatakan. Gue selalu ciut untuk mengungkapkan perasaan gue dan buat gue saat - saat bersama dia itu udah lumayan cukup memenuhi imajinasi gue. Memang dalam percintaan, gue ini gak seberuntung teman - teman gue. 

Gue selalu merasa sedih ketika harus meninggalkan Batam untuk kembali ke Bandung dalam menjalankan misi yang selalu membuat gue bosan.
Dan selalu membuat gue merasa sakit hati jika melihat dia entah lewat akun Facebook, Twitter atau BlackBerry Messanger yang meng'update status atau menganti display picture bareng ceweknya. Iya, dia udah punya cewek.
Tapi gue juga beruntung punya teman - teman dekat yang selalu ada buat gue. Biarpun mereka selalu meledek gue tentang hal - hal kecil tapi jujur ledekan mereka selalu gue rindukan saat gue ada di Batam. Ledekan mereka serasa seperti sihir yang terkadang mampu membuat gue move on dari keadaan gue yang selalu homesick, melupakan sejenak tentang dia, atau menambah kedewasaan gue yang menurut mereka tingkat kedewasaan gue agak mendingan dari sebelumnya. Dan gue juga jadi belajar mengenai arti hidup dari cerita pengalaman dan impian - impian beberapa teman dekat gue.
Satu komentar miris terlontar dari mulut abang gue ketika saat itu gue lagi pulang libur semester.
Keadaannya ketika itu ada sisa makanan gak habis dan hendak dibuang oleh abang gue tapi gue bilang jangan dibuang biar gue yang makan, lagian sayang kalo harus dibuang.
Seketika itu abang gue berkomentar "Susah kali hidupmu di Bandung dek? Gak biasanya kau kaya gini?".

Saat ini gue udah berada di semester akhir yang berada di ujung tanduk menunggu saat - saat sidang akhir.
Saat ini juga gue merasakan kegalauan melebihi tingkat dewa yang menjadikan gue seperti orang gila.
Ini karena selain menunggu kepastian tentang sidang akhir juga karena dia. Libur semester lalu -yang menandakan gue resmi masuk semester akhir dan udah gak ada lagi perkuliahan- gue berencana pulang ke Batam dan kembali ke Bandung pada bulan ketiga tahun ini. Setelah berada di bulan kedua tahun ini, gue langsung merasakan kegalauan ketika gue merasa bahwa dia "menarik ulur" hati gue. Ya layaknya manusia normal lainnya, gue buka Facebook dan meng'update status mengenai perasaan gue. Diluar dugaan beberapa teman dekat gue lagi online dan si Cung komen distatus gue yang kemudian diikuti si Jung. Akhirnya kita bertiga saling komen distatus gue. Dan itu menjadikan gue tambah merasakan kegalauan, karena gue jadi kangen dengan mereka semua teman - teman dekat gue.

Bulan ketiga, sesuai rencana gue pulang ke Bandung untuk menyelesaikan bab terakhir skripsi dan menyerahkannya ke pembimbing. Awalnya semua berjalan biasa sampai suatu ketika gue melihat dia di BlackBerry Messanger. Gue nyapa dia dan dia merespon hingga akhirnya kita saling BBM'an.
Sampai beberapa hari yang lalu, gue meminta salah satu teman gue untuk mentranslate kan ke bahasa Inggris -gue kurang menguasai bahasa Inggris- sebuah kalimat yang akan gue kirim ke cowok yang gue taksir.
Teman gue pun membalas dengan isi pesan yang berbahasa Inggris, gue copy isi pesannya dan gue kirim di BlackBerry Messanger tepat di chat box yang bertuliskan namanya.
Gue merasa bahwa mungkin inilah waktu yang tepat untuk mengutarakan isi hati gue, perasaan gue ke dia.
Namun ternyata dia tidak bisa memberikan jawaban dengan tegas karena dia juga udah punya cewek. Besoknya, gue janjian ketemu dengan salah seorang teman untuk menagih nilai dari dosen untuk keperluan syarat mengikuti sidang akhir. Ya teman yang janji ketemu sama gue dikampus itu orang yang sama yang gue mintai tolong untuk mentranslate. Temen gue datang, lalu kita ber-empat duduk di lobby kampus -bareng 2 teman gue yang lainnnya- untuk menunggu dosen tapi dosen itu gak jadi datang ke kampus. Lalu gue dan ketiga teman gue lanjut makan siang, setelah itu gue dan Cung pergi ke Gramedia untuk melihat - lihat buku. Setelah beberapa lama, Cung asik baca buku tentang "Menjadi seorang Drummer yang hebat". Gue ya cuma berdiri sambil BBM'an sama Minah dan memperhatikan launching buku dari salah seorang penulis. Setelah sekian lama muter - muter gak jelas didalam Gramed, Cung asik duduk baca bukunya Raditya Dika  dan gue duduk memperhatikan sekitar.
"Kok dari tadi yang lewat cewek cantik mulu ya? Cowok gantengnya kapan lewat?", ujar gue yang sibuk nyari cowok ganteng
"Lu mau cowok ganteng lewat didepan lu? Sini gue ludahin dulu lu nya biar cantik, gue jamin cowok ganteng langsung seliweran", bales si kampret itu sambil cengengesan baca buku si Raditya Dika
Gue yang dengernya langsung merasa sakit hati karena gue pikir apa segitunya ya nasib gue sampai cowok ganteng pun gak ada yang lewat.
Terus gue lanjut ngomong, "Cung, sakit hati gue. Gue selalu kepikiran dia. Gue udah bilang perasaan gue ke dia tapi dia gak bisa kasih jawaban yang tegas. Dia udah punya cewek Cung".
"Ya udah pasti lah dia pilih ceweknya, Kun" balas orang autis itu sambil ketawa - ketawa
"Tapi dia bilang kalo gue ini hebat karena bisa sampai bertahun - tahun gue pendam perasaan ini dan baru kemarin gua bilang", ungkap gue yang sambil ingin nangis
"Hatiku hanya untuknya tapi hatinya belum tentu untukku, ingat itu Kun", pernyataan Cung yang buat gue sadar.
Mungkin emang benar kalo hati gue ini selalu untuknya, selalu memikirkannya tetapi hatinya belum tentu untuk gue.
"Gue ini cowok, gue tau jalan pikiran dia. Dia bersifat perhatian saat ini sama lu ketika lu set status "sick" di BBM. Dia emang salut sama lu yang udah pendam perasaan buat dia selama ratusan tahun dan dia juga merasa bersalah akan hal itu tapi dia juga gak bisa ninggalin ceweknya. Makanya dia perhatian sama lu dan seolah itu bentuk kepedulian dia tapi mungkin itu hanya pengalihan biar dia gak terlihat salah", kata - kata orang autis itu menyadarkan gue

Gue memang terlanjur sayang sama dia tapi dia gak pernah menyadarinya sampai gue sendiri yang bilang hal itu langsung ke dia.
Gue merasakan sakit hati yang dalam ketika mendengar kata - kata yang keluar dari dalam mulut Cung.
"Apakah benar dia melakukan itu hanya sebagai bentuk pengalihan?"
"Apakah benar hatinya memang bukan untuk gue?"
Kedua pikiran ini selalu mengganjal dikepala gue dan selalu membuat hati gue berdegup kencang saat memikirkannya dan membuat gue lemas tak berdaya sampai ingin menitikkan air mata.
Gue merasa bahwa gue ini hanyalah seorang cewek yang mungkin tidak ada harganya dimata dia.
Saat ini memang dia perhatian sama gue tapi apakah itu akan bersifat sementara seperti kata teman gue ataukah itu akan bersifat selamanya hingga pada akhirnya dia akan memilih gue, mungkin sebagai pendamping hidupnya kelak?

Rintihan ini gue curahkan untuknya dan gue harap kalo dia baca ini, dia akan mengerti akan perasaan gue.


Bandung, 12 April 2013



           D.M.R.



Gue cuma bisa mencoba menggambarkan perasaan teman gue yang gue samarkan namanya disini.
Entah dapat ide dari mana untuk menuliskan cerita hidupnya di blog gue. (Sebenernya sih kebetulan gue lagi bingung nyari bahan untuk gue tulis. Karena 2 bahan sebelumnya, masih belum selesai dan gue rasa masih belum cukup pas untuk diposting,,,,,,hehehehehehehehe,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,)

_Cung_

Apaan sih ini?

 Halo, selamat malam. Ini gue, seorang yang dulu pernah janji buat terus nulis disini tapi  kenyataannya seperti itu lah. Maklum namanya jug...