Wednesday 17 April 2013

Dosen Absurd

Entah kenapa gue jadi bayangin diri gue jadi seorang dosen. Gue dipercaya untuk mengajar beberapa mata kuliah. Dan gue akan mengajarkan materi perkuliahan dengan gaya gue sendiri. Yap, gaya gue sendiri. Setiap kali pertemuan, gue akan ngajak mahasiswa gue untuk belajar diluar kampus. Entah itu disebuah kafe atau lapangan terbuka seperti lapangan luas Tegal Lega atau berada disebuah GOR, GOR Saparua. Atau mungkin dilapangan Gasibu. Jadi mahasiswa juga selain belajar juga bisa ber'narsis didepan gedung sate. Gue tau banget deh pemikiran para mahasiswa cewek, yang selalu gatel dengan kamera dan mengaku photogenic. Absurd.

Tadi gue bilang kalau akan mengajar dengan gaya gue sendiri. Iya, gue akan memaksakan menanam pemikiran gue ke setiap mahasiswa gue. Dan jika ada dari mereka yang berdebat dengan gue, gue akan dengan sangat stylish menolak setiap argumen yang diberikan. Dan lagi, gue akan memaksa pemikiran gue. Jadi mau gak mau si mahasiswa tadi cuma akan manut - manut meng'iya'kan setiap perkataan gue.
Gue gak peduli tentang penilaian dari mahasiswa untuk diri gue. Pada intinya, gue memegang kendali penuh atas pemikiran setiap mahasiswa gue.

Untuk urusan penilaian. Gue akan berikan sistem penilaian yang akan sangat membuat mahasiswa gue terpukul tapi termotivasi. Yakni dengan menggunakan satuan angka kecil. Jika dosen lain memakai angka 100 sebagai nilai yang terbagus, maka gue akan menggunakan angka 50 sebagai nilai terbagus. Mungkin untuk mahasiswa baru jelas ini sebuah penghinaan bagi pemikiran mereka tapi bagi mahasiswa angkatan lama ini akan menjadi sebuah "motivasi" untuk menaikkan IPK dengan mati - matian pada Ujian Akhir Semester.
Tapi itu saja masih belum cukup. Gue juga akan memberikan tugas bagi mahasiswa gue dengan sistem penilaian yang sama namun sangat berpengaruh terhadap nilai - nilai mahasiswa.
Jika setiap mahasiswa mendapatkan nilai yang lumayan bagus pada UTS dan UAS tapi tugas UTS dan UAS nya hancur ya dengan simple, nilai mereka pun akan anjlok. Faktor kehadiran pun mempengaruhi. Dan gue juga pasti akan hafal dengan setiap muka dari mahasiswa gue, jadi kalo dikampus itu ada sistem ujian khusus, maka gue minta si mahasiswa itu menghadap gue secara langsung. Langkah atau tahap ujian khusus itu sendiri ya terserah gue, mau gue kasih tugas, ujian lisan, membuat makalah, membuat paper atau membeli buku. Tapi hal yang gue suka itu ya ujian lisan dan membuat paper. Kenapa? Dalam ujian lisan, jelas ada permainan psikologis didalamnya. Si mahasiswa akan mati - matian belajar materi perkuliahan lalu kemudian menumbuhkan rasa percaya diri tapi begitu berhadapan langsung dengan gue, sang dosen, psikologis si mahasiswa pun akan berubah menjadi gugup, ragu - ragu dan menjadi "blank". Ini karena adanya tekanan yang kuat dan atmosfer yang dirasa memberatkan pikiran dan jiwa si mahasiswa. Gue paling suka kalo melihat mahasiswa yang berakhir dengan "blank" lalu gue akan dengan sangat enak bilang "ah kamu itu belajar dulu gak sih sebelumnya? masa gini aja gak bisa? nilai kamu gak berubah kalo gini". Tragis dan ironis.

Untuk membuat paper. Gue suka hal ini dikarenakan gue merasa tertarik untuk mengetahui pemikiran si mahasiswa melalui tugas paper yang gue berikan. Gue akan dengan sangat seksama membaca paper hasil karya mereka. Lalu, gue akan bertanya mengenai kejelasan isi dari paper tersebut. Jika si mahasiswa itu mampu membaca jalan pikiran gue dan berani mendobrak pemikiran gue dengan pemikirannya sendiri maka gue akan memberikan nilai yang sepadan tapi jika si mahasiswa itu "terpeleset" saat menjelaskan yang bermaksud untuk mendobrak pemikiran gue, maka gue akan meluruskan hal tersebut tapi dengan menekankan pemikiran gue dan menganggap tugas papernya salah. Meskipun si mahasiswa itu sudah memberikan penjelasan tapi argumen gue lah yang paling kuat karena tetap menekankan pemikiran gue yang meskipun menurut si mahasiswa justru pemikiran gue yang salah. Gue gak akan peduli, karena masa depan si mahasiswa ada ditangan gue.

Selain itu jika setelah UTS atau UAS, nilai - nilai kedua ujian tersebut gak akan gue keluarkan dalam tempo yang singkat. Gue akan mengeluarkan nilai - nilai itu dalam tempo paling cepat 6 bulan atau paling lama 1 tahun. Biarkan mahasiswa yang menagih nilai - nilai tersebut karena itu kebutuhan mereka sebagai mahasiswa. Gue tau itu hak mahasiswa tapi gue gak bicara hak. Gue berbicara mengenai "membutuhkan".
Biar mereka menterror gue dengan telphone atau sms. Disatu sisi, gue juga sedang melihat kondisi psikologis mahasiswa tersebut.
Gue akan memberikan sebuah pengharapan palsu kepada setiap mahasiswa yang menghubungi gue dan menanyakan mengenai nilai - nilai mereka.

Lagi - lagi psikologis. Ya, jika gue jadi dosen, gue akan mempermainkan kondisi psikologis mahasiswa. Gue akan memberikan mereka semacam "adrenalin", jadi dengan begitu mereka akan terlihat siapa mereka sebenarnya. Penjilat kah? Atau tetap sabar dan bertahan tanpa harus menjilat?.
Jika gue jadi dosen, mahasiswa penjilat akan gue beri "pelajaran khusus". Itu karena gue benci penjilat dan gue bukan penjilat.

Cukup absurd kan gue jika jadi dosen? Tapi percayalah, dosen absurd macam gue ini akan menjadi suatu tantangan tersendiri bagi mahasiswa, terlebih bagi mahasiswa tingkat akhir. Dan itu akan memberikan kesan TERDALAM setelah lulus nanti. hahahaha,,,,,,,,,,,,,,,,



Note ini BUKAN dan TIDAK ada niat untuk menjelek - jelekan profesi sebagai dosen.
Ya walaupun jujur, gue yang nulis ini merasa kesal dengan adanya oknum dosen yang berlaku semena - mena dalam memperlakukan mahasiswa. Seolah ada kasta pembeda antar mahasiswa, antara si penjilat dengan anti-penjilat. Dan merasa dipermainkan dalam urusan nilai yang selalu dibarengi dengan alasan - alasan klasik, seperti "Ibu/bapak masih sibuk jadi belum sempat ngasih kebagian akademik/belum sempat input", padahal kerjaannya cuma ngopi dan makan gorengan serta nge'gosip. Fak Men.
Atau alasan yang terdengar menjijikan, seperti "Aduh kebetulan bagian akademiknya udah berhenti dan belum ada penggantinya", jelas - jelas udah ada penggantinya. Benar - benar Fak Men.
Maklum lagi emosi tingkat melebihi para dewa. Dewa aja tunduk sama tingkat emosi gue. Gak usah protes!!!!!!

No comments:

Post a Comment

2017

Hai, ini gue. Lama gak nulis. Bahkan selama setahun terakhir, blog ini gak pernah gue buka. Gak pernah gue kunjungi. Silly author. Gak ter...