Wednesday 17 April 2013

Dosen Absurd

Entah kenapa gue jadi bayangin diri gue jadi seorang dosen. Gue dipercaya untuk mengajar beberapa mata kuliah. Dan gue akan mengajarkan materi perkuliahan dengan gaya gue sendiri. Yap, gaya gue sendiri. Setiap kali pertemuan, gue akan ngajak mahasiswa gue untuk belajar diluar kampus. Entah itu disebuah kafe atau lapangan terbuka seperti lapangan luas Tegal Lega atau berada disebuah GOR, GOR Saparua. Atau mungkin dilapangan Gasibu. Jadi mahasiswa juga selain belajar juga bisa ber'narsis didepan gedung sate. Gue tau banget deh pemikiran para mahasiswa cewek, yang selalu gatel dengan kamera dan mengaku photogenic. Absurd.

Tadi gue bilang kalau akan mengajar dengan gaya gue sendiri. Iya, gue akan memaksakan menanam pemikiran gue ke setiap mahasiswa gue. Dan jika ada dari mereka yang berdebat dengan gue, gue akan dengan sangat stylish menolak setiap argumen yang diberikan. Dan lagi, gue akan memaksa pemikiran gue. Jadi mau gak mau si mahasiswa tadi cuma akan manut - manut meng'iya'kan setiap perkataan gue.
Gue gak peduli tentang penilaian dari mahasiswa untuk diri gue. Pada intinya, gue memegang kendali penuh atas pemikiran setiap mahasiswa gue.

Untuk urusan penilaian. Gue akan berikan sistem penilaian yang akan sangat membuat mahasiswa gue terpukul tapi termotivasi. Yakni dengan menggunakan satuan angka kecil. Jika dosen lain memakai angka 100 sebagai nilai yang terbagus, maka gue akan menggunakan angka 50 sebagai nilai terbagus. Mungkin untuk mahasiswa baru jelas ini sebuah penghinaan bagi pemikiran mereka tapi bagi mahasiswa angkatan lama ini akan menjadi sebuah "motivasi" untuk menaikkan IPK dengan mati - matian pada Ujian Akhir Semester.
Tapi itu saja masih belum cukup. Gue juga akan memberikan tugas bagi mahasiswa gue dengan sistem penilaian yang sama namun sangat berpengaruh terhadap nilai - nilai mahasiswa.
Jika setiap mahasiswa mendapatkan nilai yang lumayan bagus pada UTS dan UAS tapi tugas UTS dan UAS nya hancur ya dengan simple, nilai mereka pun akan anjlok. Faktor kehadiran pun mempengaruhi. Dan gue juga pasti akan hafal dengan setiap muka dari mahasiswa gue, jadi kalo dikampus itu ada sistem ujian khusus, maka gue minta si mahasiswa itu menghadap gue secara langsung. Langkah atau tahap ujian khusus itu sendiri ya terserah gue, mau gue kasih tugas, ujian lisan, membuat makalah, membuat paper atau membeli buku. Tapi hal yang gue suka itu ya ujian lisan dan membuat paper. Kenapa? Dalam ujian lisan, jelas ada permainan psikologis didalamnya. Si mahasiswa akan mati - matian belajar materi perkuliahan lalu kemudian menumbuhkan rasa percaya diri tapi begitu berhadapan langsung dengan gue, sang dosen, psikologis si mahasiswa pun akan berubah menjadi gugup, ragu - ragu dan menjadi "blank". Ini karena adanya tekanan yang kuat dan atmosfer yang dirasa memberatkan pikiran dan jiwa si mahasiswa. Gue paling suka kalo melihat mahasiswa yang berakhir dengan "blank" lalu gue akan dengan sangat enak bilang "ah kamu itu belajar dulu gak sih sebelumnya? masa gini aja gak bisa? nilai kamu gak berubah kalo gini". Tragis dan ironis.

Untuk membuat paper. Gue suka hal ini dikarenakan gue merasa tertarik untuk mengetahui pemikiran si mahasiswa melalui tugas paper yang gue berikan. Gue akan dengan sangat seksama membaca paper hasil karya mereka. Lalu, gue akan bertanya mengenai kejelasan isi dari paper tersebut. Jika si mahasiswa itu mampu membaca jalan pikiran gue dan berani mendobrak pemikiran gue dengan pemikirannya sendiri maka gue akan memberikan nilai yang sepadan tapi jika si mahasiswa itu "terpeleset" saat menjelaskan yang bermaksud untuk mendobrak pemikiran gue, maka gue akan meluruskan hal tersebut tapi dengan menekankan pemikiran gue dan menganggap tugas papernya salah. Meskipun si mahasiswa itu sudah memberikan penjelasan tapi argumen gue lah yang paling kuat karena tetap menekankan pemikiran gue yang meskipun menurut si mahasiswa justru pemikiran gue yang salah. Gue gak akan peduli, karena masa depan si mahasiswa ada ditangan gue.

Selain itu jika setelah UTS atau UAS, nilai - nilai kedua ujian tersebut gak akan gue keluarkan dalam tempo yang singkat. Gue akan mengeluarkan nilai - nilai itu dalam tempo paling cepat 6 bulan atau paling lama 1 tahun. Biarkan mahasiswa yang menagih nilai - nilai tersebut karena itu kebutuhan mereka sebagai mahasiswa. Gue tau itu hak mahasiswa tapi gue gak bicara hak. Gue berbicara mengenai "membutuhkan".
Biar mereka menterror gue dengan telphone atau sms. Disatu sisi, gue juga sedang melihat kondisi psikologis mahasiswa tersebut.
Gue akan memberikan sebuah pengharapan palsu kepada setiap mahasiswa yang menghubungi gue dan menanyakan mengenai nilai - nilai mereka.

Lagi - lagi psikologis. Ya, jika gue jadi dosen, gue akan mempermainkan kondisi psikologis mahasiswa. Gue akan memberikan mereka semacam "adrenalin", jadi dengan begitu mereka akan terlihat siapa mereka sebenarnya. Penjilat kah? Atau tetap sabar dan bertahan tanpa harus menjilat?.
Jika gue jadi dosen, mahasiswa penjilat akan gue beri "pelajaran khusus". Itu karena gue benci penjilat dan gue bukan penjilat.

Cukup absurd kan gue jika jadi dosen? Tapi percayalah, dosen absurd macam gue ini akan menjadi suatu tantangan tersendiri bagi mahasiswa, terlebih bagi mahasiswa tingkat akhir. Dan itu akan memberikan kesan TERDALAM setelah lulus nanti. hahahaha,,,,,,,,,,,,,,,,



Note ini BUKAN dan TIDAK ada niat untuk menjelek - jelekan profesi sebagai dosen.
Ya walaupun jujur, gue yang nulis ini merasa kesal dengan adanya oknum dosen yang berlaku semena - mena dalam memperlakukan mahasiswa. Seolah ada kasta pembeda antar mahasiswa, antara si penjilat dengan anti-penjilat. Dan merasa dipermainkan dalam urusan nilai yang selalu dibarengi dengan alasan - alasan klasik, seperti "Ibu/bapak masih sibuk jadi belum sempat ngasih kebagian akademik/belum sempat input", padahal kerjaannya cuma ngopi dan makan gorengan serta nge'gosip. Fak Men.
Atau alasan yang terdengar menjijikan, seperti "Aduh kebetulan bagian akademiknya udah berhenti dan belum ada penggantinya", jelas - jelas udah ada penggantinya. Benar - benar Fak Men.
Maklum lagi emosi tingkat melebihi para dewa. Dewa aja tunduk sama tingkat emosi gue. Gak usah protes!!!!!!

Demokrasi itu apa sih?

Demokrasi, adalah sebuah sistem pemerintahan dengan ciri bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat.
Demokrasi juga membebaskan semua orang untuk bersuara, bukan bersuara gak jelas di twitter ya (nge'twit atau dalam istilah gaulnya, berkicau).
Tapi gue menyimpulkan dengan secara sederhana, bahwa demokrasi itu bebas berbacot. Dan gue juga mendeskripsikan bahwa demokrasi itu juga sistem pemerintahan yang cacat secara mental.
Orang banyak bilang bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang cocok untuk negara yang sedang berkembang. Satu pertanyaan kecil, Indonesia sudah menganut sistem demokrasi setelah adanya reformasi 1998 dengan diadakannya pemilu yang katanya bersifat demokratis tapi setelah 15 tahun kemudian, perpolitikan Indonesia kok makin kacau?

Sejak pemilu 1999, parpol - parpol banyak bermunculan. Sebelum adanya reformasi, parpol cuma ada 3. Golongan agama yang diwakili oleh PPP, golongan nasional yang diwakili oleh PDI yang kemudian ber'evolusi menjadi PDI-P, dan golongan bebas yang diwakili oleh Golkar. Dan ironisnya dalam 32 tahun, selalu saja dimenangi oleh partai yang sama. (Gue gak perlu sebut partai apa, jika kalian yang paham sejarah politik era orde baru, kalian pasti tau partai yang gue maksud).

Gue juga selalu heran dengan "kampanye" demokrasi yang selalu Amerika usung. Maksudnya biar apa sih?
Karena belum tentu sistem itu cocok dan bisa berkembang dinegara yang disambangi oleh Amerika dalam meng'kampanye kan demokrasi. Kalo gue sih, jika negara itu cocok dengan sistem diktator dan tirani, ya udah biarin aja, jika sistem tersebut bisa membawa negara itu maju dengan mandiri, rakyatnya juga gak ada yang protes. (Gue tau pemikiran gue radikal, jadi gak usah protes. Hargai pendapat orang lain. Ciri demokrasi, semua orang bebas berpendapat, hahahahaha...........)

Gue itu selalu membayangkan arti "rakyat" dalam sistem demokrasi ini sebagai seorang yang lumpuh, gak bisa jalan dan harus naik kursi roda biar bisa bebas pergi kemana pun dan si demokrasi itu sendiri itu sebagai orang yang selalu mendorong kursi roda tersebut agar bisa menjalankan "roda" pemerintahan dan bermanuver sesuka hati si yang dorong kursi roda tadi. Berarti dengan sangat simple didapatkan gambaran bahwa rakyat memilih seseorang yang katanya bisa mengerti pikiran rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan tapi orang tersebut terkadang suka seenak sendiri. Terbayang jika orang yang mendorong kursi roda tersebut membawa si orang cacat naik kursi roda tadi dibawa kesebuah jurang lalu mendorongnya jatuh, dalam arti nyata bahwa si orang yang dipercaya untuk menjalankan roda pemerintahan itu membawa negara dan bangsa ini kesebuah jurang dan menjatuhkannya kedalam jurang, maka dapat diartikan bahwa negara dan bangsa Indonesia akan jatuh dan lenyaplah sudah negara Indonesia dikarenakan salah menerapkan sistem pemerintahan.

Satu pernyataan besar muncul, jika seperti itu maka dimana letak kekuasaan absolut rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berdasarkan sistem demokrasi yang ternyata masih harus tunduk terhadap rejim yang berkuasa?

Terkadang gue selalu bertanya sama diri gue sendiri mengenai demokrasi ini. Sebuah pertanyaan simple, siapa sih yang menciptakan demokrasi sebagai sistem pemerintahan? Apakah sistem ini memang benar - benar bagus dan berjalan dengan baik pada masa ketika sistem ini muncul dan dianut sebagai sistem pemerintahan?
Apakah si pencipta sistem ini sadar bahwa sistem ini merupakan sebuah sistem yang abstrak, karena masih mengacu kepada sebuah kediktatoran namun tak terlihat dengan kasat mata? Karena pada nyata nya si pemegang kendali kekuasaan tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat (dengan alasan klasik, lelah karena terlalu banyak orang yang komplain atau memang sengaja tidak mau mendengarkan? terus buat apa adanya lembaga - lembaga perwakilan? buang - buang duit aja) dan bertindak sesuka hati lalu menjerumuskan negara pada hutan luar negeri yang bengkak dan masih ditemukan praktek officaldome dalam tubuh birokrasi.

Karena demokrasi ini, perpolitikan Indonesia semakin kacau. Makin banyak nama bermunculan dan ingin menjadi "supir" dari sebuah negara yang bernama Indonesia. Setiap nama tersebut berebut untuk menjadi rejim berkuasa dengan mempunyai nama atas rejim tersebut. Lalu pasti memunculkan adanya praktek officialdome dalam tubuh partai penguasa dalam setiap tubuh birokrasi di Indonesia.
Lagi, lalu dimana letak kekuasaan berada ditangan rakyat yang sudah dilegitimasi dengan adanya sistem ini?

Jadi demokrasi itu apa sih dalam arti yang sebenarnya? (bukan penjelasan dari buku, ensiklopedia atau wikipedia. gue gak butuh itu, yang gue butuhkan jawaban berdasarkan analisa)

Bagi kalian yang mugkin muncul pertanyaan mengenai ini, seperti "sumpah, ini note gak penting dan pertanyaannya kaya anak SD yang masih belum tau apa - apa?".
Gue mau tanya balik, SEJAUH MANA LU NGERTI SOAL DEMOKRASI?
DAN DAMPAK APA YANG LU DAPAT DARI DEMOKRASI?
SERTA APA HASIL DARI DEMOKRASI BAGI SISTEM POLITIK INDONESIA? MAKIN BAIK ATAU TAMBAH BURUK?

Sebelum memunculkan tanya soal note gue, lebih baik jawab dulu pertanyaan gue.
Terima Kasih.

Sunday 14 April 2013

Heart Beat

Gue mau coba buat naskah yang sedikit berbeda. Dan bersetting disebuah negara yang sangat familiar untuk semua orang.
Maaf kalau dirasa kurang bagus, gue cuma ingin buat dan coba belajar tentang sesuatu yang beda.


Aku tengah berjalan didalam sebuah lorong yang kurang pencahayaan dari lampu - lampu sekitar. Telusuri lorong yang tidak terlalu panjang dan remang.
Menapaki setiap langkah yang gontai, tak beraturan. "Kenapa aku seperti ini? Aku merasa asing akan diriku sendiri?".

Aku merasakan bagai tergodam palu besar tepat dihati, mengenai setiap perasaan yang aku punya. Aku merasakan luluh lantah dan merasa bahwa semua hal yang sudah ku lakukan terasa percuma. Mereka semua tak pernah menghargai segala bentuk usaha dan pemikiran yang kuberikan.

Ada sebuah perasaan tak menentu yang aku rasakan dan bercampur dengan rasa kesal yang telah lama tertumpuk dan tertahan sehingga berubah menjadi sebuah perasaan dendam. Dendam kepada semua orang yang telah menyakiti perasaan dan tak pernah menghargaiku. Aku terus berjalan gontai menuju sebuah apartemen tempat kutinggal. Aku hidup sendiri tanpa ada seorang yang berdiri disampingku. Ketika sampai didepan pintu apartemen, aku langsung membuka pintu dan menutupnya kembali dengan sangat pelan dan malas. Kulanjutkan dengan berjalan dengan langsung pergi kekamar mandi, aku ingin mandi, membersihkan tubuh yang lelah ini dari setiap hinaan semua orang.

Selesai mandi, aku menerus dengan berjalan menuju kulkas untuk mengambil sekaleng bir dingin lalu berjalan menuju sofa. Aku duduk lalu menyalakan TV. Kulihat acara TV yang tidak menarik perhatianku, lalu mencari channel lain yang dapat menarik perhatian. Ada sebuah berita yang memberitakan tentang kasus pembunuhan seorang gadis SMA, tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian. "Bagus juga hasil karya si pembunuh sialan itu", gumam ku "tapi ia sangat bodoh dengan membuangnya begitu saja".
Setelah beberapa menit aku pun terlelap diatas sofa dengan TV yang masih menyala.

Keesokan harinya, aku telah berjalan menuju stasiun dekat apartemenku untuk pergi berangkat kerja.
Aku adalah Watanabe Akira, umur 27 tahun dan bekerja sebagai desain graphis disebuah perusahaan yang bergerak dibidang periklanan. Aku sudah hampir 3 tahun bekerja diperusahaan itu dan aku berada dalam sebuah tim yang terdiri dari 5 orang, termasuk aku. Tim ini sedang bekerja untuk sebuah perusahaan produsen makanan cepat saji yang menjadi klien perusahaan tempat ku bekerja. Dalam tim ini terdapat satu orang yang sangat aku tidak sukai. Dia sangat sombong, selalu menghinaku dan tidak pernah menghargai hasil jerih payahku. Namun, aku tidak bisa berbuat banyak karena dia adalah atasanku baik dalam tim ini maupun dalam divisi desain graphis diperusahaan. Orang itu bernama Masaru Kato, umur 55 tahun.

Aku sangat membencinya. Dia bagaikan iblis yang ingin aku habisi. Aku sendiripun tidak tahu apa motif dari orang itu sehingga sangat membenci ku dan sangat bergairah untuk selalu menghina dan tidak menghargaiku.
Padahal jika dikatakan profesional, aku cukup profesional dalam hal desain graphis dan selalu memberikan pelayanan terbaik bagi setiap klien - klien ku.

"Cepat bekerja, lakukan dengan benar. Kau ini memang tidak bisa diandalkan. Aku heran, mengapa mereka mengusulkanmu untuk bergabung dengan tim ini?" teriakannya yang membuyarkan lamunanku.
"Baik, ,maaf", jawabku dan melanjutkan pekerjaan "Dasar orang tua sialan. Suatu saat nanti akan kubuatkan kau tidak bisa memaki", gumam ku.
"Akira, hasil kerjamu kemarin sungguh sangat mengecewakan. Klien pun tidak akan menyukainya. Kau sebut ini terobosan baru? Bagiku ini tidak lebih dari sebuah sampah", Makian dan teriakan Masaru Kato yang kelak akan aku cincang dia dan ku jadikan umpan untuk memancing.
"Maaf kan aku, tapi bukankah dari pihak meraka bilang kalau rancangan ku itu telah memuaskan mereka?", aku berkata dengan sangat mantap "bahkan boss mereka bilang hasil kerjaku sudah pasti akan membuat kostumer tertarik untuk membeli produk mereka".
"Ini merupakan hasil karya seni yang rendah. Sudahlah, aku tidak ingin berdebat percuma denganmu. Lanjutkan saja pekerjaanmu", dia berlalu.

"Aku minta maaf atas perlakuan kasar dari ayahku", ungkap Masaru Yuriko yang merupakan anak dari Masaru Kato, umur 25 tahun, yang juga merupakan bagian dari tim "Ayahku memang orang sangat keras".
"Oh, tidak apa - apa", jawab ku yang mencoba tenang "tapi suatu hari nanti akan kubuat ayah mu menjadi invisible".
"Apa?"
"Ah, bukan apa - apa"

Sore hari sepulang kerja aku memutuskan untuk mampir kesebuah kedai. Aku ingin melepaskan penat yang sedari tadi menggerayangi tubuh serta pikiranku.
Aku memesan makanan kudapan dan 3 botol sake. Ketika aku hendak kembali memesan sake, ada seseorang yang memperhatikanku lalu berkata "Inilah yang dilakukan oleh seorang pemuda yang tidak berbakat dan berharga seperti mu, Akira. Pergi kesebuah kedai lalu minum sake sampai mabuk".
Aku mencari asal suara tersebut dan dengan samar aku melihat wajah yang tidak asing bagiku. Ternyata itu adalah orang yang selalu menghinaku dan selalu berkata bahwa aku ini tidaklah berharga sebagai manusia.
"Oh, ternyata kau juga ada disini. Apa yang kau lakukan disini? Mencari kesenangan seperti apa yang sedang aku lakukan?", jawabku yang mulai berani dan bertindak diluar dugaan karena pengaruh sake.
Pelayan menaruh 3 botol sake lagi diatas mejaku, dan aku pun tidak memperdulikan ucapan pak tua sialan yang sedang menghina dan merendahkan harga diriku sebagai manusia dan laki - laki dengan meneguk sake.
Karena terlalu mabuk, lalu aku pun jatuh diatas meja dan tertidur.
"Lihatlah laki - laki ini. Dia sangatlah tidak berguna", suara berat Masaru Kato
Lalu aku terbangun yang dibangunkan oleh pelayan kedai dan suasana kedai itu pun sudah sepi, yang ternyata kedai itu akan tutup. Kembali, aku berjalan pulang menuju apartemen dengan gontai.

"Selamat pagi", sapa suara indah milik Yuriko.
"Pagi", jawabku malas yang kemudian disusul oleh tanya Yuriko "Apakah kamu baik - baik saja? Kamu terlihat pucat hari ini?".
"Aku tidak apa - apa, hanya saja memang aku sedang merasa tidak enak", jawabku yang sama sekai tidak memperhatikan Yuriko yang tepat berdiri disampingku

Memang kalau aku perhatikan, sepertinya Yuriko menyukai ku. Dia selalu saja menyapa ku disetiap pagi. Selalu menanyakan kabar ku dan memperhatikan ku. Tapi aku hanya bersikap acuh terhadapnya itu karena aku memang tidak terlalu menyukainya dan selain itu juga karena ada faktor lain. Ayahnya yang pasti tidak akan menyukai ku jika aku mempunyai hubungan dengan anaknya.
Disetiap kali Yuriko memberikan senyumnya, aku hanya bisa diam namun sesekali tersenyum kecil.

Saat makan siang, aku memutuskan untuk makan siang diluar kantor. Ketika berjalan keluar aku melihat Yuriko yang sedang mengobrol dengan ayahnya. Tapi aku tidak memperdulikannya, karena itu juga merupakan bukan urusanku.
Saat kembali ke kantor, ternyata aku sudah ditunggu oleh boss ku, Masaru Kato. Dia terlihat santai namun aku tahu pasti dia akan kembali menghinaku.
"Apa yang sudah kau lakukan?", tanya nya dengan suara khas nya yang berat
"Apa yang sudah aku lakukan? Aku rasa aku tidak melakukan apapun", jawabku santai yang memang tidak merasa bersalah.
"Kau telah membuat anak ku jatuh hati pada mu", tegas dia, serta melanjutkan "aku tidak akan membiarkan anak ku menjalin hubungan denganmu. Laki - laki yang tidak bisa diharapkan dan aku tidak akan tega melihat anak ku yang tidak bahagia karena telah memilih lelaki yang salah".
"Asal kau tahu saja, aku pun bahkan tidak menyukai anak mu. Jadi jangan berlebihan dan jangan pernah menghinaku seperti itu lagi", balasku berani, entah dari mana aku mendapatkan keberanian seperti ini.
Tapi saat itu baru pertama kalinya aku melihat dia diam, tidak membalas perkataanku dan hanya berlalu begitu saja.

Setelah beberapa hari, pihak klien pun memutuskan untuk mengambil desain hasil jerih payah ku untuk dijadikan sebagai sarana promosi produk mereka. Mereka sangat puas akan hasilnya. Dan pihak klien memberikan bonus untukku selain itu, karena berbagai macam reputasi telah aku dapatkan maka aku pun mendapat promosi jabatan sebagai second manager divisi desain graphis. Untuk menggantikan orang sebelumnya yang berada diposisi tersebut karena telah pensiun. Itu berarti aku berada dibawah satu level dengan Masaru Kato yang merupakan first manager.

Besoknya ketika aku baru saja sampai dikantor, aku langsung menerima panggilan dari First Manager Of Design Graphis Division, Masaru Kato, untuk menghadap.
Aku pun berjalan dengan penuh kebanggaan dan percaya diri atas pencapaianku. Dan satu hal lagi, jabatanku dengan jabatannya tidak jauh berbeda. Namun semua itu harus hancur ketika aku menghadap keruangannya.
"Dengar Akira, dengan naiknya jabatanmu sebagai Second Manager, bukan berarti kau itu hebat. Dan dengan puasnya pihak klien atas hasil kerja mu, bukan berarti kau boleh berbangga hati. Kau masih Akira yang sama dimataku. Kau hanyalah seorang yang masih saja tidak berharga. Dan kau mengingatkan ku akan seseorang yang telah lama tiada. Dia adalah teman baikku saat aku masih seumuran denganmu. Tentu kau tidak akan pernah ingin tahu siapa namanya kan?".
Aku hanya diam dan tidak mengerti tentang apa yang orang tua ini bicarakan.

Setelah beberapa bulan kemudian, aku mengambil cuti dan berkunjung ke kampung halaman ku didaerah Toshima. Aku ingin menemui ibu ku yang hidup sendiri, karena aku yang memang berada di Tokyo dan ayah ku yang sudah lama meninggal. Ayah ku Watanabe Yukio telah lama meninggal ketika aku berumur 10 tahun. Dan ibu ku Misaro Naomi harus berjuang seorang diri membesarkan ku. Aku ingat ketika aku pergi meninggalkan ibu ku karena akan kuliah di Tokyo dengan dana beasiswa. Kini aku pulang dalam keadaan yang berbeda, jauh berbeda dari yang dulu.
Ketika sampai dirumah, ibu ku menyambutku dengan suka cita.

"Akhirnya kau pulang nak", ucap wanita tua yang merupakan ibu ku.
"Aku pulang karena merindukan mu, Bu" aku menjawab dengan tenang "Selain itu aku pulang untuk menepati janjiku. Aku pernah berjanji, kelak aku akan kembali pulang setelah berhasil. Dan inilah aku sekarang, aku sekarang adalah seorang manager disebuah perusahaan di Tokyo".
Ibu ku hanya mengangguk dengan tersenyum bahagia.

Aku menikmati waktu liburanku dengan kenangan - kenangan yang ada didalam rumah. Aku ingat segala hal ketika aku kecil dan ketika ayahku masih hidup. Ayahku meninggal karena kecelakaan mobil yang ia tumpangi. Saat itu penyidik kepolisian menyatakan bahwa itu hanyalah sebuah kecelakaan, bukan hasil pembunuhan karena tidak ditemukan bukti - bukti dari jejak sebuah pembunuhan.
Lalu aku mengambil sebuah album photo yang didalamnya tersimpan banyak memori ketika keluarga ini masih lengkap.
Ada satu buah photo yang menarik perhatianku, yaitu sebuah photo yang didalamnya terdapat gambar ayahku dan seseorang yang aku kenal. Aku mengernyitkan dahi dan berpikir. "Ada hubungan apa antara ayahku dengan orang ini?".
"Itu adalah sahabat dari ayah mu dulu", suara ibu mengejutkanku "Dia merupakan teman baik ayahmu sejak SMA hingga mereka berdua bekerja diperusahaan yang sama. Dia pun sempat datang ke acara pernikahan aku dan ayah mu serta dia juga sering mengunjungi mu ketika kamu kecil dulu. Mungkin kamu tidak akan mengingatnya, karena waktu itu kamu berumur 7 tahun. Lalu setelah ayah mu meninggal, dia tidak pernah datang lagi kerumah ini. Bahkan dia tidak datang keacara pemakaman ayahmu".

Aku kembali ingat bahwa dia dulu memang sering datang kerumah ini. Tapi aku segera melupakan hal itu ketika ayahku meninggal dan aku terfokuskan untuk membantu ibuku.
Tiba - tiba aku merasakan adanya hal ganjil dan aku kembali teringat ucapan orang itu ketika aku menghadapnya diruang kerjanya. Aku kembali berpikir dan mencoba memikirkan semua hal yang ada hubungannya dengan ini.
Aku ingat orang itu selalu saja membenci dan menghinaku, lalu dia berkata bahwa aku mengingatkannya pada seorang teman baik disaat ia muda dahulu. Dan aku melihat sebuah photo yang menggambarkan bahwa ayahku dan orang itu saling kenal, serta semua penjelasan ibu mengenai orang itu.

Masa libur ku pun telah berakhir dan aku sekarang sudah berada di Tokyo kembali.
Namun perasaan itu telah menggangguku dan membuatku penasaran tentang hubungan dan maksud dari semua ini. Lalu aku pergi keruangan orang itu. Aku ingin membuatnya semakin jelas.
"Alu ingin menanyakan sesuatu padamu?", ucapku setelah memasuki ruangannya.
"Apa kau tidak mempunyai sopan santun?", balasnya dengan muka menyeramkan
"Aku tidak ada waktu untuk mengetuk pintu ruanganmu. Ada hal yang ingin aku ketahui", aku menjawab dengan rasa penasaran tinggi
"Apa yang ingin kau tanyakan?", jawabnya santai sambil memeriksa berkas - berkas
"Kenapa kau tidak muncul pada saat pemakaman ayahku? Dan mengapa sejak saat itu kau tidak pernah datang kerumah lagi? Lalu apa maksud dari perkataanmu seminggu yang lalu?", aku langsung memberondong nya beberapa pertanyaan.
"Oh jadi kau sudah menyadarinya. Aku memang tidak hadir pada acara pemakaman ayahmu, dan memang sejak saat itu aku sudah pernah lagi datang mengunjungi rumah mu. Dan maksud dari perkataanku minggu lalu adalah betapa miripnya kau dengan ayahmu, Watanabe Yukio. Kami adalah teman dekat sejak SMA. Tapi dia selalu mengambil apapun yang aku miliki. Dia mengambil ibumu dariku, dia mengambil posisi jabatan yang sudah aku incar sejak lama, aku berjuang dengan keras untuk bisa mendapatkan jabatan tersebut tapi ayahmu dengan mudah mendapatkannya. Dan yang paling tidak aku terima adalah ketika dia mengakui mu sebagai anaknya dengan menyematkan "Watanabe" sebagai namamu".
"Apa maksud mu ketika dia mengakui aku sebagai anaknya? Bukankah aku ini memang anaknya?", tanyaku dengan penuh keheranan.
"Ibumu menikah dengannya pada saat ia mengandungmu, anak ku", ucapnya santai dengan memandang gedung - gedung pencakar langit dari jendela ruangannya.
"Tidak mungkin!!!. Ayahku adalah Watanabe Yukio, bukan dirimu. Ayahku sangat berbeda denganmu. Dia bukanlah seorang pengecut sepertimu", jawabku dengan amarah yang hampir memuncak.
"Hanya karena alasan itu lalu kau membunuh ayahku?", aku melanjutkan sambil berusaha tenang
"Iya, aku menyabotase mobil ayahmu, agar terlihat seperti kecelakaan biasa", jawaban pria setengah baya itu mengejutkanku "sudah lama aku ingin menghabisinya dan baru terlaksana pada saat itu".
Tatapan matanya tajam dengan raut muka yang begitu serius. Tapi aku entah kenapa merasa santai.

"Walaupun kau itu adalah ayah biologisku tapi kau telah melakukan suatu kesalahan besar. Kau telah membunuh orang yang selama ini aku anggap sebagai ayah. Ingatanku menjadikannya sebagai "ayah" dalam seumur hidupku. Maka aku akan membuat perhitungan denganmu. Kau tidak akan pernah merasakan ketenangan dalam sisa hidupmu", aku mengucapkan sebuah ancaman dengan sangat santai.
Lalu aku keluar dari ruangannya dengan santai tapi tengah berpikir tentang bagaimana menghabisi orang yang telah membunuh orang yang selama ini aku anggap sebagai ayah dan yang telah menghinaku.

Pada sore hari saat jam pulang kantor, aku sempat menyabotase mobil yang biasa ia tumpangi. Tak berapa lama, ia terlihat datang dari arah lift menuju mobilnya. Lalu mobil itu pun bergerak. Aku mengikutinya dengan menggunakan mobilku. Tampaknya ia menyadari bahwa ia sedang aku ikuti, lalu ia menambah kecepatan mobilnya. Ia tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dalam mobilnya.
Ia terus melaju sampai ketika berada dijalan yang cukup sepi, aku menambah kecepatan dan berusaha menyusul mobilnya. Hal tersebut membuatnya panik, ia makin menambah kecepatan mobilnya. Lalu pada saat yang tidak diduga, datang sebuah truk dari arah berlawanan. Saat itu ia sedang berusaha menyalip sebuah mobil lain. Yang bisa ia lakukan adalah berusaha mengelak agar tidak terjadi tabrakan. Aku hanya bisa melihatnya dari dalam mobilku melalui kaca depan.

Ia berhasil mengelak. Aku terus mengejar hingga saat ia berhenti karena mobilnya kehabisan bensin. Aku berhenti tepat didepannya, lalu turun dari mobil. Terlihat mukanya sangat tenang, lalu ia pun turun.
"Rupanya kau ingin benar - benar membalas ya?", ucap dia tanpa ada rasa takut.
"Diamlah kau orang tua. Nikmati saja saat - saat terakhirmu", balasku tenang.
Lalu dia memukul telak diwajah. Aku hanya bisa melawan balik walaupun hasilnya nihil. Sekarang aku terpojok dan nyari mati didalam mobilnya. Saat itu aku melihat buku yang cukup tebal, aku raih buku itu dan memukulkannya tepat diwajah. Ternyata hal itu bisa membuatnya kesakitan dan melepaskan cekikannya dileherku. Lalu aku tendang dia, aku berhasil keluar dari keadaan sulit. Aku keluar dari mobilnya, menghampirinya lalu aku pukulkan beberapa kali buku tebal tersebut kewajahnya. Lalu pada suatu kesempatan, aku pukul tengkuknya dengan sangat keras hingga ia jatuh pingsan. Aku merasa lega dan berusaha menenangkan diri serta menguasai keadaan. Aku tidak terlihat panik sedikitpun, lalu aku pun menyeretnya kedalam mobilku. Aku langsung melarikan mobilku ke apartemen tempatku tinggal.
Sebelum turun, aku menyuntikan obat bius yang memang telah aku beli pada saat jam istirahat kantor tadi siang. Ini memastikan agar ia benar - benar tidak sadarkan diri. Kemudian aku turun dan membawanya kedalam apartemenku.
Aku memasukkannya kedalam kamar mandi. Aku sempat bingung dan berpikir akan aku apakan orang tua yang sedang tak sadarkan diri tersebut. Lalu aku pun teringat pada berita yang aku lihat beberapa bulan yang lalu. "Akan aku mutilasi dia. Tapi aku harus melakukannya dengan sangat rapi agar tidak diketahui oleh orang", gumam ku yang memang pada saat itu sedang mencari sebuah pisau dengan berbagai macam ukuran dan alat - alat lain yang aku perlukan.

Setelah alat- alat yang aku perlukan telah terkumpul, aku segera menuju kamar mandi. Aku buka bajunya, lalu aku mulai memotong tangan dan kakinya. "Aku telah memotong tangan dan kaki seseorang yang sedang tak sadarkan diri namun ia masih hidup", ucapku sambil menguliti kulitnya lalu memisahkan daging dari tulangnya.
Aku potong - potong menjadi beberapa bagian kecil daging dari tangan dan kaki tersebut. Dan dari tangan dan kaki tersebut hanya tersisa tulangnya saja.
Setelah selesai pada bagian tersebut, aku mulai merobek perutnya dengan menggunakan pisau. Lalu mengeluarkan isi perutnya. Aku yakin pada saat ini dia sudah mati karena kehilangan banyak darah dan kutikamkan pisau tepat dijantungnya.
Aku pun mulai mengolah isi perut dari Masaru Kato. Aku keluarkan limpa, usus, lambung, paru - paru, empedu, jantung dan beberapa organ dalam lainnya. Hal yang sama ku lakukan ketika aku memotong daging  tangan dan kakinya. Aku memotong - memotong organ - organ dalam tubuhnya menjadi bagian - bagian kecil.
Setelah selesai, kemudian aku mengurus bagian dada hingga kepalanya. Aku lakukan yang sama, seperti menguliti kulitnya, memisahkan daging dari tulangnya, dan memotongnya menjadi beberapa bagian kecil.
Kini kamar mandiku telah berubah menjadi lautan darah, tulang - tulang manusia berserakan didalamnya dan tercium bau yang sangat tidak sedap.

Aku coba memasukkan semuanya kedalam kantung plastik tapi kesetiap kantung plastik yang berbeda. Aku pun membersihkan kamar mandiku dari noda darah yang menggenang. Setelah itu aku pun mandi, membersihkan diri dari hal yang baru saja aku lakukan.
Setelah selesai mandi, aku sempat bingung tentang apa yang akan aku lakukan dengan dua kantung yang berisi tulang dan daging serta organ dalam manusia tersebut. Kemudian terlintas dipikiranku tentang suatu pemikiran bahwa aku akan mencincangnya lalu menjadikanny sebagai umpan untuk memancing.
Keesokan harinya, tak berpikir terlalu lama, kemudian aku keluar dari apartemenku dengan membawa satu tas besar yang berisi dua kantung plastik tersebut dan membawa satu set peralatan memancing.
Aku pergi ke suatu dermaga, lalu dengan menyewa sebuah speed boat aku langsung menuju ketengah lautan lepas. Aku membuka tas besar yang aku bawa, mengambil kantung plastik yang berisi tulang dari Masaru Kato. Aku membuka kantung tersebut lalu menumpahkan isinya kedalam lautan lepas.
Setelah itu aku menjalankan speed boat ku. Beberapa kilometer dari tempat aku membuang tulang - tulang Masaru Kato. Kembali aku membuka tas besar yang aku bawa, lalu mengeluarkan satu kantung plastik tersisa yang berisi daging dan organ - organ dalam Masaru Kato yang telah terpotong menjadi bagian - bagian kecil. Aku mengambil satu set peralatan memancingku, lalu aku mengambil satu kail pancing. Aku kaitkan daging tersebut dimata kailnya dan aku menjatuhkan kail pancingku kedalam laut.

Aku memancing ikan ditengah laut lepas dengan menggunakan umpan dari daging dan organ - organ dalam Masaru Kato. Dan aku sangat menikmatinya


_End_


Semua karakter, tempat dan kejadian yang ada dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka. BUKAN merupakan suatu kesengajaan dalam bentuk apapun. Dan tolong JANGAN tiru setiap adegan dalam cerita ini. Ini HANYA sebuah cerita fiktif.
Terima Kasih


Jika kalian suka atau tidak suka tolong beri komentarnya,,,,,,,,,,,

Friday 12 April 2013

Rintihan Hati Yang Terdalam

Gue lahir pada tahun 1991 dan terlahir sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara, secara taktis gue ini anak paling bungsu dan dimanja oleh orang tua maupun kakak - kakak gue. Sebut saja nama gue Kunti.
Gue lahir disebuah pulau yang bernama Batam.
Dikota itu gue habiskan hampir seluruh hidup gue dengan penuh keistimewaan. Perlakuan dan perhatian istimewa dari keluarga maupun teman - teman SMP atau SMA sehingga menjadikan gue sebagai anak yang manja dan terbiasa hidup praktis.
Untuk urusan percintaan, sebenarnya gue naksir seorang cowok tapi gue takut untuk menyatakannya dan akhirnya gue lebih milih untuk memendam perasaan.

Pada tahun 2009, gue pindah ke kota Bandung untuk kuliah. Awal kehidupan gue di Bandung dihabiskan dengan menjadi mahasiswa kupu - kupu (kuliah pulang - kuliah pulang). Gue jarang pergi bareng dengan teman - teman kampus. Gue baru dapat teman setelah beberapa lama tinggal di Bandung. Ya saat itu mayoritas teman - teman gue adalah sesama perantau dari Sumatera. Tapi disisi lain gue juga dekat dengan beberapa teman, seperti Jung, Minah, Kimonk dan Dode.
Kehidupan gue di kota Bandung ini awalnya biasa - biasa aja karena memang gue sendiri juga terbilang orang yang cuek terhadap sekitar.

Setelah 2 tahun hidup di Bandung, gue berteman dekat dengan Cung, Pet, Bony dan Al. Diantara mereka ber-empat, hanya Al yang bersikap baik sama gue. Lain dengan Cung, Pet dan Bony, gue selalu jadi korban hinaan mereka secara verbal. Hinaan verbal mereka selalu kadang membuat gue sakit hati ketika mereka meledek habis - habisan soal "hati" yang memang "hati" gue selalu dalam keadaan galau kalau gue balik dari Batam. Gue selalu senang ketika libur semester datang, karena itu artinya gue bisa balik ke Batam. Gue yang memang selalu merasa homesick jadi membuat gue kadang suka merasa gak betah tinggal di Bandung. Gue selalu ingin pulang, ingin lepas dari penatnya perkuliahan yang menjejal penuh sesak dikepala gue, ingin lepas dari hinaan tiga orang kampret itu, ingin merasakan kebebasan gue yang terenggut, ingin merasakan indahnya masa - masa waktu sekolah dulu bareng teman - teman SMA.

Saat liburan semester, sesuai rencana absurd yang udah gue rencanakan. Gue balik ke Batam dan udah membayangka banyak kesenangan saat gue ada disana. Dan ya memang, di kota kelahiran gue itu gue benar - benar menikmati hidup berdasarkan perspektif gue. Di Batam itu pula lah gue ketemu dengan seorang cowok yang udah lama gue taksir. Gue sempat jalan bareng sama dia, menghabiskan hampir masa liburan gue. Sebenarnya dia itu temen deket gue sedari sekolah dulu dan sejak saat itulah benih cinta dihati gue tumbuh tapi gue gak berani untuk menyatakan. Gue selalu ciut untuk mengungkapkan perasaan gue dan buat gue saat - saat bersama dia itu udah lumayan cukup memenuhi imajinasi gue. Memang dalam percintaan, gue ini gak seberuntung teman - teman gue. 

Gue selalu merasa sedih ketika harus meninggalkan Batam untuk kembali ke Bandung dalam menjalankan misi yang selalu membuat gue bosan.
Dan selalu membuat gue merasa sakit hati jika melihat dia entah lewat akun Facebook, Twitter atau BlackBerry Messanger yang meng'update status atau menganti display picture bareng ceweknya. Iya, dia udah punya cewek.
Tapi gue juga beruntung punya teman - teman dekat yang selalu ada buat gue. Biarpun mereka selalu meledek gue tentang hal - hal kecil tapi jujur ledekan mereka selalu gue rindukan saat gue ada di Batam. Ledekan mereka serasa seperti sihir yang terkadang mampu membuat gue move on dari keadaan gue yang selalu homesick, melupakan sejenak tentang dia, atau menambah kedewasaan gue yang menurut mereka tingkat kedewasaan gue agak mendingan dari sebelumnya. Dan gue juga jadi belajar mengenai arti hidup dari cerita pengalaman dan impian - impian beberapa teman dekat gue.
Satu komentar miris terlontar dari mulut abang gue ketika saat itu gue lagi pulang libur semester.
Keadaannya ketika itu ada sisa makanan gak habis dan hendak dibuang oleh abang gue tapi gue bilang jangan dibuang biar gue yang makan, lagian sayang kalo harus dibuang.
Seketika itu abang gue berkomentar "Susah kali hidupmu di Bandung dek? Gak biasanya kau kaya gini?".

Saat ini gue udah berada di semester akhir yang berada di ujung tanduk menunggu saat - saat sidang akhir.
Saat ini juga gue merasakan kegalauan melebihi tingkat dewa yang menjadikan gue seperti orang gila.
Ini karena selain menunggu kepastian tentang sidang akhir juga karena dia. Libur semester lalu -yang menandakan gue resmi masuk semester akhir dan udah gak ada lagi perkuliahan- gue berencana pulang ke Batam dan kembali ke Bandung pada bulan ketiga tahun ini. Setelah berada di bulan kedua tahun ini, gue langsung merasakan kegalauan ketika gue merasa bahwa dia "menarik ulur" hati gue. Ya layaknya manusia normal lainnya, gue buka Facebook dan meng'update status mengenai perasaan gue. Diluar dugaan beberapa teman dekat gue lagi online dan si Cung komen distatus gue yang kemudian diikuti si Jung. Akhirnya kita bertiga saling komen distatus gue. Dan itu menjadikan gue tambah merasakan kegalauan, karena gue jadi kangen dengan mereka semua teman - teman dekat gue.

Bulan ketiga, sesuai rencana gue pulang ke Bandung untuk menyelesaikan bab terakhir skripsi dan menyerahkannya ke pembimbing. Awalnya semua berjalan biasa sampai suatu ketika gue melihat dia di BlackBerry Messanger. Gue nyapa dia dan dia merespon hingga akhirnya kita saling BBM'an.
Sampai beberapa hari yang lalu, gue meminta salah satu teman gue untuk mentranslate kan ke bahasa Inggris -gue kurang menguasai bahasa Inggris- sebuah kalimat yang akan gue kirim ke cowok yang gue taksir.
Teman gue pun membalas dengan isi pesan yang berbahasa Inggris, gue copy isi pesannya dan gue kirim di BlackBerry Messanger tepat di chat box yang bertuliskan namanya.
Gue merasa bahwa mungkin inilah waktu yang tepat untuk mengutarakan isi hati gue, perasaan gue ke dia.
Namun ternyata dia tidak bisa memberikan jawaban dengan tegas karena dia juga udah punya cewek. Besoknya, gue janjian ketemu dengan salah seorang teman untuk menagih nilai dari dosen untuk keperluan syarat mengikuti sidang akhir. Ya teman yang janji ketemu sama gue dikampus itu orang yang sama yang gue mintai tolong untuk mentranslate. Temen gue datang, lalu kita ber-empat duduk di lobby kampus -bareng 2 teman gue yang lainnnya- untuk menunggu dosen tapi dosen itu gak jadi datang ke kampus. Lalu gue dan ketiga teman gue lanjut makan siang, setelah itu gue dan Cung pergi ke Gramedia untuk melihat - lihat buku. Setelah beberapa lama, Cung asik baca buku tentang "Menjadi seorang Drummer yang hebat". Gue ya cuma berdiri sambil BBM'an sama Minah dan memperhatikan launching buku dari salah seorang penulis. Setelah sekian lama muter - muter gak jelas didalam Gramed, Cung asik duduk baca bukunya Raditya Dika  dan gue duduk memperhatikan sekitar.
"Kok dari tadi yang lewat cewek cantik mulu ya? Cowok gantengnya kapan lewat?", ujar gue yang sibuk nyari cowok ganteng
"Lu mau cowok ganteng lewat didepan lu? Sini gue ludahin dulu lu nya biar cantik, gue jamin cowok ganteng langsung seliweran", bales si kampret itu sambil cengengesan baca buku si Raditya Dika
Gue yang dengernya langsung merasa sakit hati karena gue pikir apa segitunya ya nasib gue sampai cowok ganteng pun gak ada yang lewat.
Terus gue lanjut ngomong, "Cung, sakit hati gue. Gue selalu kepikiran dia. Gue udah bilang perasaan gue ke dia tapi dia gak bisa kasih jawaban yang tegas. Dia udah punya cewek Cung".
"Ya udah pasti lah dia pilih ceweknya, Kun" balas orang autis itu sambil ketawa - ketawa
"Tapi dia bilang kalo gue ini hebat karena bisa sampai bertahun - tahun gue pendam perasaan ini dan baru kemarin gua bilang", ungkap gue yang sambil ingin nangis
"Hatiku hanya untuknya tapi hatinya belum tentu untukku, ingat itu Kun", pernyataan Cung yang buat gue sadar.
Mungkin emang benar kalo hati gue ini selalu untuknya, selalu memikirkannya tetapi hatinya belum tentu untuk gue.
"Gue ini cowok, gue tau jalan pikiran dia. Dia bersifat perhatian saat ini sama lu ketika lu set status "sick" di BBM. Dia emang salut sama lu yang udah pendam perasaan buat dia selama ratusan tahun dan dia juga merasa bersalah akan hal itu tapi dia juga gak bisa ninggalin ceweknya. Makanya dia perhatian sama lu dan seolah itu bentuk kepedulian dia tapi mungkin itu hanya pengalihan biar dia gak terlihat salah", kata - kata orang autis itu menyadarkan gue

Gue memang terlanjur sayang sama dia tapi dia gak pernah menyadarinya sampai gue sendiri yang bilang hal itu langsung ke dia.
Gue merasakan sakit hati yang dalam ketika mendengar kata - kata yang keluar dari dalam mulut Cung.
"Apakah benar dia melakukan itu hanya sebagai bentuk pengalihan?"
"Apakah benar hatinya memang bukan untuk gue?"
Kedua pikiran ini selalu mengganjal dikepala gue dan selalu membuat hati gue berdegup kencang saat memikirkannya dan membuat gue lemas tak berdaya sampai ingin menitikkan air mata.
Gue merasa bahwa gue ini hanyalah seorang cewek yang mungkin tidak ada harganya dimata dia.
Saat ini memang dia perhatian sama gue tapi apakah itu akan bersifat sementara seperti kata teman gue ataukah itu akan bersifat selamanya hingga pada akhirnya dia akan memilih gue, mungkin sebagai pendamping hidupnya kelak?

Rintihan ini gue curahkan untuknya dan gue harap kalo dia baca ini, dia akan mengerti akan perasaan gue.


Bandung, 12 April 2013



           D.M.R.



Gue cuma bisa mencoba menggambarkan perasaan teman gue yang gue samarkan namanya disini.
Entah dapat ide dari mana untuk menuliskan cerita hidupnya di blog gue. (Sebenernya sih kebetulan gue lagi bingung nyari bahan untuk gue tulis. Karena 2 bahan sebelumnya, masih belum selesai dan gue rasa masih belum cukup pas untuk diposting,,,,,,hehehehehehehehe,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,)

_Cung_

2017

Hai, ini gue. Lama gak nulis. Bahkan selama setahun terakhir, blog ini gak pernah gue buka. Gak pernah gue kunjungi. Silly author. Gak ter...